Bayang-bayang PHK Ribuan Karyawan PT Timah, Dirut Restu Ungkap Alasannya

Setidaknya, setengah dari lebih dari 4.000 karyawan akan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Editor: Alza
IST/Dokumentasi PT Timah Tbk
PENERTIBAN TAMBANG ILEGAL - Petugas dari PT Timah Tbk dan personel Polres Bangka Barat berfoto bersama usai menertibkan tambang ilegal yang beroperasi di dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah di perairan laut Cupat, Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (23/8/2025). 

POSBELITUNG.CO - PT Timah Tbk sebagai perusahaan pertambangan timah di Bangka Belitung terus menggenjot target produksi pada tahun 2025.

Pasalnya, jika tak memenuhi target, perusahaan akan melakukan pengurangan karyawan.

Setidaknya, setengah dari lebih dari 4.000 karyawan akan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hal itu diungkap Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro saat bertemu Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya, Sabtu (13/9/2025) lalu.

Target produksi dan penerimaan negara harus terpenuhi hingga akhir tahun 2025.

Menurut Restu, separuh atau sekitar 2.000 dari jumlah tersebut terancam dirumahkan jika pendapatan berkurang.

"Kami sudah diperintahkan kalau target tidak tercapai, separuh dari 4.000 tidak lagi bisa bekerja," kata Restu dalam rapat terbuka di kantor DPRD Bangka Belitung, Sabtu (13/9/2025).

Restu menjelaskan, jajaran direksi saat ini berupaya meningkatkan produksi dengan mengatasi kebocoran-kebocoran yang terjadi di wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP). 

Ia mengungkapkan, masih terdapat penambang ilegal yang beroperasi di IUP PT Timah.

Serta mitra yang memiliki izin tetapi menjual hasil penambangan ke smelter lain.

"Kebocoran ini yang dihindari dengan kehadiran tim Satgas.

Internal kami saja pelatihan sudah dilakukan sepuluh gelombang, Satgas dilatih Kopasus agar semuanya berjalan secara legal," jelas Restu. 

PT Timah memperkirakan target produksi tahun ini sebanyak 22.000 ton dapat meningkat menjadi 30.000 ton pada 2026. 

Direksi juga berencana mengajukan revisi Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) untuk mencapai produksi 80.000 ton. 

"Kami tentu berusaha agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dengan karyawan maupun mitra tambang, untuk itu semuanya harus bekerja secara legal agar produksi tercapai," ujar Restu.

Selain memaksimalkan fungsi Satgas, PT Timah juga berencana menggarap potensi sisa hasil peleburan (SHP) dalam bentuk zirkon.

Saat ini, cadangan SHP diperkirakan mencapai ratusan ribu ton yang menumpuk dalam bentuk tailing atau tin slag. 

"Potensi yang ada ini kami harapkan bisa berjalan sesuai target, sebagai pemasukan negara dalam bentuk pajak, royalti, dan CSR," tambah Restu.              

Di sisi lain, anggota DPRD Bangka Belitung, Rina Tarol, mengingatkan PT Timah untuk tidak hanya berperan sebagai penimbang, tetapi juga aktif menambang dengan memanfaatkan potensi yang ada. 

"Sekarang mitra mengeluh karena harga murah, banyak meja yang harus dilewati sehingga hasil tambang di IUP PT Timah dijual ke yang lain," ungkap Rina.

Rina juga menyarankan agar PT Timah membangun smelter di Belitung untuk mencegah penyelundupan hasil tambang. 

"Hasil tambang di Belitung diselundupkan ke Bangka, tidak masuk ke PT Timah.

Siapa yang menampung perlu diselidiki. Jangan sampai Satgas tidak berjalan, tapi malah menjadi beban anggaran perusahaan," pungkasnya.

PT Timah Tbk, perusahaan tambang pelat merah, gagal mencapai target produksi selama dua tahun berturut-turut. 

Dalam upaya mengatasi masalah ini, perusahaan yang memiliki kode saham TINS tersebut kini didampingi Satuan Tugas (Satgas) tata kelola pertimahan untuk memerangi praktik tambang ilegal yang menyebabkan kebocoran. 

"Dua tahun tidak capai target produksi karena banyak terjadi kebocoran (ilegal mining)," ungkap Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widyantoro, saat rapat di kantor DPRD Bangka Belitung, Sabtu (13/9/2025).

Restu menjelaskan, pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah akar permasalahan di lapangan. 

Salah satunya adalah jumlah kolektor yang terlalu banyak, yang cenderung menjadi penadah pasir timah yang dicuri dari wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) PT Timah Tbk. 

"Kami lihat yang diuntungkan dari operasional timah itu, bukan rakyat, tapi kelompok kolektor. Peran kolektor akan diperkecil," tegasnya.

Dia menambahkan, Satgas akan berfokus untuk menindak kolektor yang tidak mau diorganisir dengan baik.

Tim Satgas internal PT Timah telah menjalani serangkaian pelatihan langsung dari Komando Pasukan Khusus (Kopasus) untuk memperkuat kapasitas mereka dalam memerangi praktik ilegal ini. 

"Berani melawan kolektor yang tidak mau diorganisir dengan baik, karena kita harus bekerja secara legal. Kalau yang ilegal itu mencuri dan menadah dari IUP Timah," jelas Restu. 

Restu juga menekankan, bagi mitra yang beroperasi secara legal, PT Timah akan memberikan apresiasi dan dukungan maksimal. 

"Kemarin sudah dikumpulkan ada ratusan orang yang mau bekerja secara legal. Mendaftar hingga dapat Surat Perintah Kerja dan wajib hasilnya masuk ke PT Timah.

Hasil ini sebagai kekayaan negara untuk membayar pajak, royalti, dan jaminan reklamasi," tambahnya.

Saat ini, PT Timah menghadapi target produksi sebesar 22.000 ton timah batangan.

Dengan dukungan dari Satgas, Restu berharap produksi dapat meningkat menjadi 30.000 ton pada tahun 2026 dan mencapai 80.000 ton pada tahun berikutnya.

Jika target produksi tidak tercapai, maka negara akan kehilangan pendapatan yang dapat berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Mumpung ada Satgas yang sedang bekerja, ini dimaksimalkan agar produksi bisa berjalan," ujar Restu.

Selain berupaya mencegah kebocoran di wilayah IUP, direksi PT Timah juga akan memanfaatkan potensi mineral ikutan sisa hasil peleburan (SHP).

SHP tersebut akan diolah menjadi zirkon, yang salah satu manfaatnya adalah untuk industri kesehatan, seperti tambal gigi.

Saat ini, SHP yang menumpuk mencapai ratusan ribu ton masih berupa tailing atau tin slag. "Saya sudah sampaikan potensi tailing ini, banyak investor yang berminat," beber Restu.

Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung, Eddy Iskandar, menilai bahwa produksi 30.000 ton timah batangan akan berdampak positif terhadap royalti daerah.

"Penerimaan bisa mencapai Rp 300 miliar," ujarnya.

Eddy juga berharap kehadiran Satgas dapat menertibkan praktik tambang ilegal dan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Kami sarankan ada pembinaan, ada salah dibina jangan langsung dibinasakan karena rakyat penghasilannya di sana," harapnya.

(Bangkapos.com/Kompas.com)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved