Sejarah Belitung Timur - Ini Kisah Perjalanan yang Menginspirasi Berdirinya Kota Manggar
Sejarah berdirinya kota Manggar berkaitan erat dengan pembukaan distrik tambang timah baru NV Billiton Maatschappij (B.M) di wilayah timur Pulau Belit
”Setengah enam kami sampai pada batu pasir dekat Tanjung Semak dan arena perahu layar belum kelihatan dan di sini kami ada di tanah tinggi dan kering, sesuai untuk berkemah, diputuskan untuk bermalam di situ, pada tepi hutan, dekat pantai, dan pemandangan bebas ke atas laut. Untuk kemah, beberapa pohon ditebang, dibersihkan dan dinyalakan api. Dua api unggun dinyalakan di tepi hutan, dan yang ketiga di pantai di atas garis air tinggi untuk melindungi kami dari babi hutan, buaya, ular, dan sebagainya. Juga sebagai pertanda bagi Den Dekker untuk menemukan kami,” kata De Groot.
Dalam konteks ini, De Groot dan rombongan berharap perjalanan menuju Lenggang dilanjutkan lewat jalur laut menggunakan perahu Den Dekker. Perahu Den Dekker yang sebelumnya tak bisa berlayar karena tidak ada angin, akhirnya baru bisa bergerak pada pukul 15.00, dan tiba. Pukul 19.00 perahu Orang Laut Ma Demang dan Ma Tija mendekat ke arah lokasi perkemahan De Groot. Mereka bertugas menjemput De Groot dan rombongan untuk dibawa ke Kapal Den Dekker.
Tapi karena air laut dangkal, perahu Orang Laut itu tidak bisa merapat ke tepi pantai. Angin dan ombak yang bergemuruh tidak memungkinkan pihak De Groot untuk berkomunikasi dengan Orang Laut tersebut.
”Tetapi akhirnya kita memperoleh kontak oleh keputusan berani dari beberapa Orang Sekah yang meloncat dari perahu dan berenang ke pantai sambil melawan ombak. Mereka menyampaikan kepada kami permohonan agar kami mengelilingi Tanjung Semak, yang mana di sebelah selatan dari tanjung itu diperkirakan tidak ada gelombang akan dijemput,” kata De Groot.
Permohonan itu dipenuhi De Groot dan mereka langsung membongkar kemah. Dengan disinari sinar bulan, rombongan De Groot melewati bebatuan Tanjung Semak. Perjalanan dalam kondisi setengah gelap nan berbahaya itu hanya berbekal senjata tongkat panjang.
”Nama semak dalam bahasa Melayu berarti ’tidak dapa dijalani’ dan itu sangat tepat. Tempat perjalanan kami terdiri dari bidang batu miring, celah-celah, ujung tajam, dan bongkahan-bongkahan batu lepasan yang bergerak kalau diinjak kaki. Pekerjaan kami adalah meloncat-loncat dan bergelantungan. Akhirnya kami selamat melewati bebatuan dan kami turun ke dataran pasir pantai. Sementara itu bulan sudah tidak tampak lagi, perahu schonner kelihatan lampu putihnya, tetapi perahu Sekah tidak kelihatan. Kami melanjutkan perjalanan di pantai yang tidak kami kenal itu untuk mendekati perahu, tetapi kami harus berhenti jam setengah sebelas malam di parit hampiran karena kedalamannya tidak bisa dijalani juga karena adanya buaya yang pasti akan ditemui,” kata De Groot.
Tanggal 4 Agustus, pukul 05.00 mereka dijemput untuk berangkat menuju kapal schonner Den Dekker yang berlabuh di Pulau Begantong. Selanjutnya mereka bertolak ke Lubuk Batu di tepian sungai Lenggang dan kaki bukit Gunong Selumar.
”Lubuk Batu waktu itu dirancang menjadi tempat utama dari distrik tambang timur, atas nasehat saya itu ditinggalkan dalam tahun 1862 dan Manggar dipilih sebagai tempat-kepala. Antara penghunian sementara Tuan Den Dekker di Sungai Lolo dengan titik di Manggar untuk kampung bernama sama di waktu itu hanya ada satu kampung kecil Ma Sain, dan antara titik itu dan Lubuk Batu hanya terdapat kampung famili Gadong. Sebagian besar dari pantai timur hanya sedikit penghuni,” kata Den Dekker.
”Kami telah menjalani parah terbesar dari pantai timur Blitong dan dengan cara petualangan, siang dan malam, tetapi segera setelah perjalanan yang tak dikehendaki itu terlampau dan berakhir tanpa kecelakaan, pasti pada semua pengikut akan terkenang sebagai suatu petualangan yang bersejarah dan yang selalu diingat, seperti saya,” kata De Groot.
Bila merujuk pada keterangan De Groot tampak pemindahan pusat distrik baru di wilayah timur ke Manggar berlangsung pada tahun 1862. Kurun waktunya tentu pada bulan Agustus-Desember 1862. Menurut Molema, lokasinya berada di sebelah kanan sungai Manggar.
Gambaran mengenai pusat distrik itu juga bisa dilihat dalam Peta Blitong buatan De Groot yang diterbitkan pada tahun 1887.
