Yusril Sebut Kisruh DPD Bikin Sesak Nafas dan Geleng-geleng Kepala, Lucu dan Ganjil
Yusril mengakui kisruh DPD ini membuat sebagian orang sesak nafas dan geleng-geleng kepala menyaksikan kelucuan dan keganjilan di negara ini...
"Kalau MA sudah menyatakan batal suatu peraturan perundang-undangan, maka putusan itu seharusnya berlaku serta-merta dan tidak memerlukan eksekusi dalam bentuk pencabutan oleh institusi yang membuatnya," kata Yusril.
Menurut Yusril, kelemahan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2012 itulah yang menjadi faktor utama yang menyebabkan kisruh di DPD. Yusril melihat GKR Hemas dan Farouk Muhammad mengira, Putusan MK tanggal 29 Maret 2017 yang membatalkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD hanya 2,5 tahun berlaku serta merta.
Padahal peraturan itu masih tetap berlaku sebelum dicabut oleh Pimpinan DPD atau belum lewat waktu 90 hari sejak putusan dibacakan oleh MA.
Keadaan seperti di atas dimanfaatkan Oesman Sapta Odang (OSO) dan para pendukungnya. Pimpinan DPD yang mana yang bisa mengeksekusi putusan MA yang membatalkan Peraturan Tatib itu.
"Sementara pimpinan yang ada, yakni dua wakil ketua masing-masing GKR Hemas dan Prof Farouk -- sementara Ketuanya Muhammad Saleh tidak hadir karena sedang umroh maka masa jabatan 2,5 tahunnya sudah habis sejak tanggal 1 April 2017. Pendukung OSO mengatakan bahwa GKR Hemas dan Prof Farouk tidak sah memimpin sidang DPD karena jabatannya sudah kadaluarsa," kata Yusril.
OSO, kata Yusril, juga memanfaatkan kelemahan administrasi putusan MA yakni salah ketik dalan diktum putusannya yang membatalkan Peraturan Tatib DPD itu. Amar putusannya bukannya memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) untuk mencabut Peraturan Tatib yang dibatalkan itu, melainkan ditulis "memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah" (DPD) untuk mencabut Peraturan Tatib DPD yang dinyatakan batal oleh MA itu.
"OSO bilang, mana bisa Pimpinan DPRD mencabut Peraturan Tata Tertib DPD. Walau terdengar lucu, omongan OSO ini benar. MA telah salah dalam membuat putusan, dan kesalahan seperti itu dalam sebuah putusan yang telah dibacakan dalam sidang yg terbuka untuk umum dan telah pula dimuat dalam website MA, tidaklah dapat dikoreksi begitu saja dengan mengatakannya sebagai salah ketik belaka," ujar Yusril.
Kalau MA menulis salah nama orang yang dijatuhi pidana dalam perkara tingkat kasasi,lanjut Yusril, maka untuk memperbaikinya tidak bisa diralat begitu saja, melainkan harus melalui putusan Peninjauan Kembali (PK), atau putusan itu menjadi "non executable" yakni putusan yang tidak dapat dieksekusi.
"Nah, masalahnya Putusan MK yang membatalkan Peraturan Tata Tertib DPD itu adalah putusan yang "final and binding" artinya putusan terakhir yang tidak ada upaya hukum lagi, termasuk Peninjauan Kembali," kata Yusril.
"Kini kembali kepada persoalan utama dalan tulisan ini, apakah sah pemilihan OSO, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis sebagai Pimpinan DPD yang baru untuk jabatan 2,5 tahun ke depan? Apakah sah sidang DPD yg memilih mereka yang dipimpin AM Fatwa sebagai anggota tertua dan apakah sah Wakil Ketua Mahkamah Agung Suwardi yang memandu pengucapan sumpah mereka sebagai Pimpinan DPD?" tambahnya.
Yusril menegaskan semua itu adalah sah. Ia mengatakan memang Peraturan Tata Tertib itu sudah dibatalkan MA, tetapi peraturan itu masih tetap berlaku sebelum dieksekusi, dalam makna belum dicabut oleh Pimpinan DPD atau belum lewat waktu 90 hari sejak putusan dibacakan.
"Bahkan kalau mengikuti ucapan OSO yang lebih ekstrim lagi, Putusan MA yang membatalkan Peraturan Tatib DPD itu tergolong sebagai putusan yang "non executable" atau putusan yang tidak dapat dieksekusi karena dalam amar putusannya, MA memerintahkan Pimpinan DPRD (yang juga tidak jelas DPRD yang mana) untuk mencabut Peraturan Tata Tertib DPD yang dibatalkannya itu," ungkap Yusril.
Padahal, lanjut Yusril, semua orang tahu bahwa Pimpinan DPRD manapun di seantero republik tercinta ini tidaklah punya kewenangan untuk mencabut Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.
Yusril mengakui kisruh DPD ini membuat sebagian orang sesak nafas dan geleng-geleng kepala menyaksikan kelucuan dan keganjilan di negara ini, namun peristiwa ini mengandung hikmah yang besar.
"Negara kita sekarang ini dipimpin oleh banyak pemimpin amatiran, bahkan pemimpin dagelan, sehingga membuat saya berpikir: akan ke mana perjalanan bangsa dan negara kita ini ke depan? Indonesia dengan demokrasi model sekarang ini, nampaknya benar-benar berada di persimpangan jalan," imbuh Ketua Umum PBB itu.
