Kisah Sultan Hamid II, Perancang Burung Garuda yang Dituduh dan Dipenjara 10 Tahun
Beruntunglah Indonesia punya Pancasila. Namun, tahukah Anda siapa perancang lambang garuda Pancasila? Dialah Sultan Hamid II.
POSBELITUNG.COM - Tiap 1 Juni adalah libur nasional untuk peringatan Hari Lahir Pancasila.
Hari ini Indonesia memeringati dengan upacara pengibaran bendera.
Ini kali pertama harlah Pancasila berlaku tanggal merah, demi memupuk kesadaran persatuan bangsa Indonesia.
Beruntunglah Indonesia punya Pancasila.
Namun, tahukah Anda siapa perancang lambang garuda Pancasila? Dialah Sultan Hamid II.

Juni tahun lalu, Jurnalis BBC Indonesia, Heyder Affan, menyampaikan hasil penelusurannya soal sosok Sultan Hamid II menurut berbagai sumber dan sejahrawan tanah air.
Dikatakan, nama Sultan Hamid II mungkin dilupakan karena dianggap terlibat upaya kudeta Westerling 1950.
Kini disebut-sebut ada upaya untuk membersihkan namanya.
Sejarah seringkali milik para pemenang, dan di sisi lain pihak yang kalah acapkali dilupakan.
Dalam sejarah kontemporer Indonesia, sosok Sultan Hamid II -yang pernah menjabat menteri negara dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pertama. Barangkali termasuk kategori yang kalah.
Jasanya dalam merancang lambang negara Indonesia, burung Garuda Pancasila, seperti dilupakan begitu saja setelah dia diadili dan dihukum 10 tahun penjara terkait rencana kudeta oleh kelompok eks KNIL pimpinan Kapten Westerling pada 1950.
"Dia dilupakan, karena dituduh terlibat peristiwa Westerling, termasuk ingin membunuh Sultan Hamengkubowo (Menteri Pertahanan saat itu)," kata sejarahwan Taufik Abdullah kepada BBC, Selasa (2/6/2015).

Setelah upaya kudeta kelompok Westerling digagalkan, temuan pemerintah RIS menyimpulkan Sultan Hamid "telah mendalangi seluruh kejadian tersebut, dengan Westerling bertindak sebagai senjata militernya."
Pada 22 Januari 1950, sekitar 800 orang pasukan KNIL pimpinan Westerling menduduki sejumlah tempat penting di Bandung, setelah menghabisi 60 orang tentara RIS. Mereka kemudian berhasil diusir dari Bandung.
Di Jakarta, empat hari kemudian, pasukan Westerling hendak melanjutkan kudeta, tetapi berhasil digagalkan karena lebih dulu bocor.