Cerita Para Pengawal Lindungi Soeharto dari Ancaman Sniper, Benny Moerdani Tak Bisa Berbuat Banyak
Melihat Soeharto masih tak mengenakan helm dan rompi pengaman, Sjafrie terus memutar otak. Akhirnya, Sjafrie pun sengaja...
POSBELITUNG.CO -- Soeharto merupakan presiden kedua Indonesia yang memimpin selama 32 tahun.
Selama memimpin Indonesia, Soeharto banyak mengunjungi negara lain.
Satu di antaranya adalah kunjungannya ke Sarajevo, Bosnia.
Mantan Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden, Sjafrie Sjamsoeddin, dalam buku Pak Harto, "The Untold Stories" mengatakan, kunjungan itu dilakukan Soeharto pada tahun 1995.
Kunjungan ke Sarajevo itu dilakukan Soeharto usai mengunjungi Kroasia.
Sjafrie mengatakan, dia mendapatkan kabar saat itu baru saja ada pesawat yang ditembaki di sekitar tempat itu.
Baca: Fenomena SPG Plus-plus di Semarang, Tarifnya Rp 1 Juta hingga Rp 4 Juta Sekali Kencan
Baca: Hari Ini Libra Bersenang-senang, Gemini Waspada Potensi Lesu,Ini Ramalan Zodiak Senin 13-08-2018
Pesawat tersebut mengangkut utusan khusus PBB, Yasushi Akashi yang hendak ke Bosnia.
Beruntung insiden itu tidak memakan korban.
Dalam penerbangan dari Zagreb-Sarajevo, Soeharto sama sekali tidak mengenakan rompi pengaman, dan helm.
Padahal, menurut Sjafrie saat itu semua penumpang pesawat sudah mengenakannya.
Namun, Soeharto tiba-tiba saja menanyakan sebuah hal kepada Sjafrie.
"Ini tempat duduk, di bawahnya sudah dikasih antipeluru, belum"? tanya Soeharto ditirukan Sjafrie.
Baca: Takut Kehamilannya Diketahui Suami dan Mertua, Wanita Ini Pura-Pura Temukan Bayi di Dapur
Baca: Hari Ini Senin 13 Agustus 2018 Puasa Dzulhijjah Dimulai, Begini Niat Puasa Dzulhijjah
Sjafrie kemudian menjawab, semua bagian sudah ditutup dengan bulletproof, termasuk bagian samping.
Melihat Soeharto masih tak mengenakan helm dan rompi pengaman, Sjafrie terus memutar otak.
Akhirnya, Sjafrie pun sengaja duduk di kursi yang terletak di depan Soeharto, sambil memegang rompi dan helm.
Sjafrie melakukan hal itu agar Soeharto meminta kedua benda itu, dan bersedia mengenakannya.
Namun, harapan Sjafrie justru pupus.
Bukannya mengenakannya, Soeharto justru melakukan sebaliknya.
Baca: Mertua Tasya Kamila Bukan Orang Sembarangan, Ternyata Sosialita Papan Atas, Berteman Sederet Artis
Baca: Sakit Mendadak, Kondisi Ronaldo Lima Kini Tengah Kritis, Ini Penyakit yang Dideritanya
"Helmnya nanti masukkan ke Taman Mini ya! Nanti helmnya masukkan ke (museum) Purna Bhakti," ucap Soeharto saat itu.
Tidak hanya itu, Soeharto juga meminta agar Sjafrie saja yang memegang rompi itu.
Eh, Sjafrie.Itu, rompi itu cangking (bawa) saja. Kamu cangking saja," ujar Soeharto.
Mendapatkan permintaan dari Soeharto seperti itu Sjafrie hanya bisa pasrah, dan menaatinya.
Melewati Sniper Valley
Menjelang pesawat mereka mendarat di Sarajevo, Sjafrie menyaksikan pemandangan dari jendela pesawatnya.
Pemandangan itu berupa adanya senjata laras panjang berpeluru kaliber 12,7 mm.
Baca: Beraksi di Taman, Andi Arsyil Mendadak Duet Dance Lagu DDU-DDU DDU-DDU dengan Audi Marissa
Baca: Coca Cola Jadi Minuman Populer di Dunia, Ternyata Ini Formula Rahasianya yang Dijaga Ratusan Tahun
Menurut Sjafrie, senjata semacam itu biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat terbang.
Senjata tersebut terus berputar mengikuti pesawat yang ditumpanginya bersama Soeharto.
Meski demikian, Sjafrie baru memberitahukan hal itu enam jam kemudian.
Jafrie menyebut kawasan itu memang didiami banyak para sniper.
Sebab, wilayah itu memamg dimiliki oleh kedua belah pihak yang sedang berkonflik.
Meski demikian, saat turun dari pesawat tersebut, Soeharto tetap tenang.
Baca: Suami Dapat Julukan Cawapres Ganteng, Istri Sandiaga Uno Malah Beri Pesan Kocak Ini untuk Emak-emak
Baca: 5 Rahasia Kenapa Orang Jepang Banyak yang Langsing, Ternyata Tak Perlu Diet atau Olahraga Berlebihan
Sikap tenang Soeharto itu juga menular kepada orang sekitarnya.
"Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah?" tulis Sjafrie.
Selanjutnya, Soeharto dijemput pasukan PBB yang sudah menyiapkan VAB, Panser buatan Prancis.
Begitu kendaraan itu berjalan, Soeharto pun menanyakan sesuatu.
"Sekarang ini kita berada di mana?" tanya Soeharto ke Atase Pertahanan.
Pihak Atase Pertahanan kemudian menjawab mereka sedang berada di Sniper Valley.
Baca: Versi Akun Resmi Komunitas Nahdatul Ulama, Prabowo-Sandiaga Menangi Polling Capres dan Cawapres
Baca: Pemilik Zodiak Ini Suka Bocorin Rahasia Temannya, Hati-hati jika Curhat dengan Mereka
Benny Moerdani tak bisa berbuat banyak saat di Belanda
Sebagai tokoh intelijen yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan Panglima TNI, Benny Moerdani dikenal sebagai pengawal pribadi Presiden Soeharto yang sangat loyal.
Selain sebagai pengawal, ia bahkan dikenal sebagai agen rahasia yang siap menyerahkan nyawanya demi keselamatan Pak Harto.
Dilansir dari Intisari, suatu kali pada akhir Agustus tahun1970-an, Presiden Soeharto berkunjung ke Belanda dan akan menuju Istana Huis Ten Bosch, Den Haag, tempat keluarga Kerajaan Belanda menetap.
Kunjungan Pak Harto itu sebenarnya merupakan 'lawatan yang kaku' karena pemerintah Kerajaan Belanda pada tahun 1970-an belum mengakui tanggal kemerdekaan RI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Pemerintah Belanda bahkan baru mengakui kemerdekaan RI pada 16 Agustus 2005 menjelang Indonesia merayakan peringatan kemerdekaan yang ke-60 tahun.
Baca: Christian Sugiono dan Titi Kamal Pamer Kemesraan, Tak Segan Lakukan Ini di Tempat Wisata
Baca: Prajurit AS Ketakutan hingga Jenderal di Pentagon Keheranan Tahu Ilmu Hantu Prajurit Kopassus ini
Kunjungan Pak Harto saat itu bahkan tidak disukai oleh Kerajaan Belanda mengingat di era Perang Kemerdekaan, Pak Harto sebenarnya merupakan musuh bebuyutan militer Belanda.
Aparat keamanan Belanda yang secara psikologis terpengaruh oleh sikap Kerajaan Belanda bahkan hanya menyiapkan sistem pengamanan yang tidak maksimal sehingga bisa membahayakan keselamatan Pak Harto.
Menurut Benny, kunjungan Presiden Soeharto itu memang berisiko tinggi karena di Belanda masih banyak anggota simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS) yang bisa membahayakan keselamatan Pak Harto.
Untuk memastikan keamanan Pak Harto, Benny kemudian memeriksa rute yang akan dilalui menuju Istana Huis Ten Bosch.
Rute itu ternyata rawan oleh ancaman tembakan sniper dari jendela-jendela bangunan sepanjang jalan dan adanya perempatan lampu merah yang rawan oleh aksi penyergapan bersenjata.
Hasil inspeksi itu kemudian dirapatkan oleh Benny bersama para agen rahasia dan aparat keamanan Belanda.
Baca: Nia Ramadhani Ngaku Lebih Bahagia Setelah Menikah daripada Single, Ada yang Gak Bisa Dibeli Katanya
Baca: Info CPNS 2018 - Berikut Penjelasan BKN tentang Keterangan Akreditasi PT
Intinya Benny meminta agar jendela-jendela di bangunan sepanjang jalan yang dilintasi Presiden Soeharto dijaga ketat, demikian pula perempatan lampu merah yang akan dilintasi juga harus disterilkan.
Tapi para agen rahasia dan aparat keamanan Belanda ternyata menolak permintaan Benny.
Akibatnya, karena merasa diremehkan, Benny pun mengamuk dan mendamprat para keamanan Belanda itu sambil menggebrak meja.
"Kami hanya punya satu Soeharto! Apakah Anda bisa menjamin keselamatannya...!?" bentak Benny dalam bahasa Belanda seperti dikutip dalam buku "Benny Moerdani Yang Belum Terungkap."
Sebagai agen rahasia (intelijen) Benny memang dikenal mahir berbahasa Jerman, Belanda, Inggris, China, dan Bahasa Korea.
Para agen Belanda hanya bisa ketakutan berhadapan dengan Benny yang merupakan veteran perang RI dalam Perang Kemerdekaan dan Operasi Trikora melawan pasukan Belanda itu.
Baca: NASA Luncurkan Misi Berani Mati, Kirim Benda Ini untuk Sentuh Matahari
Baca: Soal Mahar Rp 500 M, Andi Arief Mengaku Dapat Ancaman dari PAN-PKS
Tapi Benny tidak bisa berbuat banyak karena sedang berada di negara lain.
Apalagi pemerintah Belanda sendiri ternyata tidak begitu menyukai Pak Harto.
Namun, kekhawatiran Benny ternyata terbukti.
Suatu malam 31 Agustus 1970, sebanyak 33 anggota RMS bersenjata menyerbu Wisma Duta, rumah Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda.
Mujur Duta Besar RI,Taswin Natadiningrat yang pensiunan Letnan Jenderal lolos dari serbuan.
Baca: Kematian Kidder Pemeran Lois Lane di Film Superman Akhirnya Terungkap, Ternyata Tewas Bunuh Diri
Atas aksi bersenjata anggota RMS yang ternyata tidak bisa dicegah oleh aparat keamanan dan agen rahasia itu, pemerintah Kerajaan Belanda pun sangat malu.
Intelijen Belanda sendiri menjadi sadar bahwa apa yang disampaikan oleh Benny sambil marah-marah ternyata benar.
Rombongan Presiden Soeharto yang berkunjung ke Istana Huis Ten Bosch pun kemudian mendapat pengawalan sangat ketat dan kunjungan tidak meggunakan kendaraan darat, melainkan helikopter. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul: Cara Para Pengawal Lindungi Soeharto dari Ancaman Sniper, Tak Bisa Berbuat Banyak Saat di Belanda
-
Baca: Dokter pun Beri Hormat Pada Pahlawan Kecil Liang Yaoyi, Ternyata Ini yang Telah Dilakukan Sang Bocah
-
Baca: Tak Mau Bayar Gaji Tentara, Negara Ini Ternyata Tak Punya Pasukan Militer
-
Baca: Putus Nyambung Hingga Tunggu Bangun, Ini Kisah Asmara Sandiaga Uno dengan Wanita Cantik Nur Asia
-
Baca: Penulis Asma Nadia Ungkap Kesaksiannya Soal Sosok Sandiaga Uno Saat Nobar, Ternyata Lakukan Ini