Asal-usul Payung yang Pernah Jadi Simbol Kekuatan dan Kekayaan di China

Saat itu, moyang manusia menjalin beberapa daun menjadi satu dan meletakkannya di atas kepala mereka.

Editor: Novita
Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan
Ilustrasi hiasan payung 

Mereka justru bangga ketika bisa bertahan menghadapi terik matahari hanya bermodal topi dan mantel.

Jatuhnya Kekaisaran Romawi membawa berakhirnya tradisi membawa payung oleh para perempuan kaya.

Selama 1.000 tahun, payung menghilang dari Eropa.

Payung kembali tenar pada akhir abad ke-16 atau masa Renaissance di Italia, Prancis, dan Inggris.

Kemungkinan masuknya kembali payung dalam mode dipengaruhi oleh cerita dan lukisan dari Asia (China) melalui jalur perdagangan darat.

Perubahan Tradisi

Tradisi membawa payung oleh perempuan Eropa terus berlangsung hingga pertengahan abad ke-18.

Ketika itu, Jonas Hanway mulai mengenalkan payung yang lebih kuat dan berorientasi pada laki-laki.

Dalam 3 dekade saja, masyarakat Inggris mulai menerima payung sebagai aksesori umum.

Tren ini kemudian menyebar ke seluruh bagian Eropa.

Perkembangan Payung

Selanjutnya, payung modern terus berkembang.

Bahan payung menjadi beraneka ragam.

Salah satu perkembangan payung dilakukan oleh Samuel Fox pada 1852.

Fox menciptakan desain payung dengan rangka baja.

Pada 1928, Hans Haupt membuat purwarupa payung saku.

Setahun kemudian, benda ini dipatenkan. (*)

Artikel ini telah tayang di TribunTravel.com dengan judul : Fakta Unik Payung, Pelindung Hujan yang Pernah Jadi Simbol Status di China

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved