Novel Baswedan Yakin Pelaku Sebenarnya Sedang Gemetaran

Bagaimana Novel Baswedan melihat proses hukum kasus penyerangan terhadap dirinya, berikut petikan wawancara eksklusif tim Tribunnews.

Editor: Fitriadi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berpose seusai wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). 

Orang tidak ada yang kuat menutupi perbuatan jahat. Hal terpenting, jangan beranggapan orang berbuat jahat itu hebat, bahkan dikasih gelar. 

Secara tak sadar kita menyanjung penjahat. Kita elihat penjahat itu seolah-olah besar besar. Padahal kita sendiri yang membesarkan dia. Mungkin dibantu setan.

Tanya: Apa yang Anda pikirkan ketika JPU hanya mengajukan tuntutan 1 tahun penjara kepada dua terdakwa yang dituduh terlibat penyerangan terhadap Anda menggunakan air keras?

Jawab: Meski sejak awal persidangan kasus itu banyak kejanggalan, saya tetap saja terkejut ketika dua terdakwa hanya dituntut 1 tahun penjara. Saya tidak mengerti mengapa sampai segitunya.

Apakah memang JPU tidak yakin mereka pelakunya? Atau memang seperti apa, saya tidak mengerti.

Itu merupakan hal yang keterlaluan dan tidak masuk akal. Apa yang saya alami masuk kategori penganiayaan berat, berencana, akibatnya luka berat, dan yang diserang adalah aparatur.

Kalau terjadi terhadap orang lain, saya pun akan marah. Tapi memang saya sudah dari awal mempersiapkan diri untuk sabar, bersikap tenang. Kalau saya punya harapan terlalu tinggi, saya khawatir jadi emosional dan putus asa.

Tapi kondisi itu bukan hanya terkait dengan diri saya. Ini menghina bangsa. Melukai rasa keadilan publik dan ini keterlaluan sekali.

Tanya: JPU dalam tuntutannya menyebutkan para terdakwa menyesali perbuatannya, telah meminta maaf kepada Anda dan keluarga, dan tidak sengaja menyiram air keras ke mata Anda. Bagaimana komentar Anda?

Jawab: Yang pertama soal faktanya dulu. Katanya minta maaf, tapi faktanya belum pernah tuh. Jadi fakta itu tidak benar.

(Minta maaf) kepada saya tidak pernah, kepada keluarga saya juga tidak pernah. Kalau saya masih hidup (minta maaf) mestinya sama saya dong. Kalau saya sudah meninggal baru (minta maaf) sama keluarga.

Terus yang kedua dibilang menyesali, masak iya? Kita lihat di persidangan dia teriak-teriak, memaki-maki. Masak itu menyesali? Definisi menyesali ini mesti dipelajari lagi.

Begitu juga dengan pertimbangan (terdakwa) dinas di kepolisian. Harusnya itu jadi pemberatan.

Sebagai aparat seharusnya mengayomi masyarat dan aparat yang lain, ini justru malah menyerang.

Mestinya bukan jadi hal yang meringankan, tapi memberatkan. Aneh ya, kok dibalik-balik.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved