Curhat Guru soal Belajar Daring, Sulit Capai Partisipasi Siswa 90-100 Persen saat Pembelajaran

Bukan perkara mudah bagi para guru dalam mendidik murid-murid mereka dengan sistem KBM daring. Berikut curhat para guru yang mengajar secara daring.

Editor: M Ismunadi
Tribun Jateng/ Akbar Hari Mukti
Komunitas K'ngen pasang wifi gratis di kampung Kobongan, Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang untuk dimanfaatkan siswa belajar daring, Selasa (25/8/2020). 

Curhat Guru soal Belajar Daring, Sulit Capai Partisipasi Siswa 90-100 Persen saat Pembelajaran

POSBELITUNG.CO - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak akan membuka pembelajaran tatap muka di sekolah dalam waktu dekat.

Dengan demikian, para guru dan murid akan kembali menerapkan kegiatan belajar mengajar (KBM) daring pada semester genap tahun ajaran 2020/21 yang dalam waktu dekat akan dimulai.

Kebijakan itu ditegas Wagub DKI Jakarta, Ahmad Riza Satria.

Tingginya angka kasus positif Covid-19 saat ini membuat Pemprov DKI lebih mengutamakan keselamatan dan kesehatan seluruh warga.

"Prioritas kami yang pertama adalah keselamatan dan kesehatan seluruh warga, terutama apalagi anak-anak kita," ucap Ariza dalam acara Sapa Indonesia Malam, Sabtu (2/1/2021).

Baca juga: Terkena Bakteri Pemakan Daging Manusia, Jari Pria Ini Diamputasi Berawal Tertusuk Duri Udang

"Sampai hari ini kebijakan kami masih tetap belum memberlakukan tatap muka. Kebijakan masih belajar secara daring atau online dari rumah," tutur Ariza.

Bukan perkara mudah bagi para guru dalam mendidik murid-murid mereka dengan sistem KBM daring.

Amelia Yesika misalnya. Guru science di Tunas Bangsa Christian School, Jakarta Timur tersebut mengaku dirinya dan rekan-rekan menghadapi sejumlah kendala sepanjang menerapkan KBM daring di semester ganjil tahun ajaran 2020/21.

"Setidaknya ada tiga kendala. Pertama, koneksi internet yang tidak stabil, lalu lingkungan rumah siswa dan guru yang kurang kondusif, serta terkadang ada siswa-siswi yang tidak merespons baik melalui kamera ataupun mikrofon," ujar Amelia kepada Kompas.com.

Sementara itu, Raisa Siahaan, guru informatika SMP Kristen Ipeka Pluit, Jakarta Utara mengaku tidak memiliki kendala berarti dalam mempersiapkan diri untuk menerapkan KBM daring.

Meski begitu, bukan berarti dirinya tidak menghadapi masalah saat penerapan.

Baca juga: Besok, 3 Bansos Mulai Disalurkan Kepada 38,8 Juta Penerima, Mensos: Jangan untuk Beli Rokok

"Kendalanya, menarik perhatian dan menjaga fokus belajar anak. Ada sebuah survei webinar dari sebuah kampus bahwa fokus orang dewasa dalam mendengarkan seminar dan sejenisnya hanya 10-20 menit," ucap Raisa saat dihubungi Kompas.com.

Menurut Raisa, pemberian tugas atau praktik kepada siswa juga menjadi kendala lain pada KBM daring ini.

"Pemberian tugas sering dianggap 'terlalu banyak dan tidak efektif' sehingga anak mengalami kelelahan mata. Tapi, bagi kami para guru, salah satu instrumen dan indikator supaya kami tahu si anak paham materi yang diajarkan saat itu adalah dengan pemberian tugas," jelas Raisa.

Baca juga: Waspada Kasus Covid-19 Selama Sepekan Melonjak, Bangka Belitung Masuk Zona Orange

Ilustrasi pembelajaran jarak jauh.
Ilustrasi pembelajaran jarak jauh. (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

Menjaga kondusifitas dan integritas

Raisa, yang juga wali kelas 7, juga menyebut bahwa menjaga integritas anak sebagai salah satu kendala lain.

"Kendala lainnya menjaga integritas anak. Banyak kondisi di lapangan yang variasi (saat belajar daring) membuat anak lebih mudah menciptakan alasan," lanjut Raisa.

Raisa pun tidak memungkiri kejadian kurang mengenakkan yang terjadi saat KBM daring, misalnya murid mematikan kamera saat guru menerangkan pelajaran.

"Saya rasa ini karena trust issue. Perlu dipahami bahwa tidak semua anak punya ruang gerak atau ruang belajar nan indah dipandang. Kadang, mereka harus berbagi dengan adik atau kakak saat belajar, rumahnya dekat dengan sumber kebisingan yang membuat anak tidak nyaman atau bahkan takut ditertawakan," kata Raisa.

"Alasan-alasan itu mungkin luput dari perhatian guru akibat trust issue. Perlu ada kerja sama dengan orangtua dalam menciptakan ruang belajar yang kondusif. Tapi, tidak semudah itu karena kondisi rumah setiap murid tentu berbeda," ungkapnya.

Kondusifitas belajar-mengajar juga yang menjadi sorotan oleh Amelia.

"Dari segi guru, kami selalu berusaha mencari ruangan di rumah yang bisa jadi tempat mengajar, tapi tidak semua guru tinggal di perumahan elite, kan? Jadi, kami terkadang harus menghentikan sementara pembelajaran ketika ada gangguan seperti ondel-ondel lewat," ujar Amelia.

Baca juga: Kandikbud Belitung Minta Kalapas Terbitkan SK, Cegah Oknum Manfaatkan PKBM

"Dari sisi siswa, terkadang ada 2-3 anak yang belajar di ruangan yang sama karena orangtua mereka harus memonitor ataupun terbatasnya ruangan di rumah siswa. Jika demikian, kami akan menghubungi anak tersebut usai kegiatan jam mengajar untuk menanyakan kendala, lalu mengundang orangtua untuk membahasnya secara virtual," jelas Amelia.

Diakui Amelia, menjaga kondusifitas dalam belajar daring tidak bisa semaksimal tatap muka.

"Karena banyaknya kendala tadi, sangat sulit untuk membuat kelas kondusif dan memastikan partisipasi siswa mencapai 90-100 persen saat pembelajaran. Hanya, kami para guru tetap mencoba yang terbaik untuk memastikan siswa memahami pembelajaran yang ada walaupun pastinya tidak luput dari kekurangan," sebut Amelia. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Curahan Hati Guru soal Belajar Daring, Sulit Jaga Integritas Murid dan Kondusifitas.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved