Lebih Mahal dari Lele Biasa, Ternyata ada Mitos di Balik Lele Bule yang Kini Langka di Bangka

Di tahun 2000-an, ikan lele 'bule' ini mudah ditemukan di kolong, sungai, rawa Bangka Belitung, kini seolah-olah menghilang.

IST/Dokumentasi Landa
Ikan kelik putih di Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung. Kini, populasinya mulai sulit ditemui di Bangka Belitung karena sejumlah faktor. 

POSBELITUNG.CO -- Nama ikan Kelik Puteh cukup populer di telinga orang Bangka.

Di tahun 2000-an, ikan lele 'bule' ini mudah ditemukan di kolong, sungai, rawa Bangka Belitung, kini seolah-olah menghilang.

Ikan berwarna putih agak kemerahan biasa hidup di air jernih dan mengalir.

Di Kota Pangkalpinang, dulunya ikan ini dengan mudah ditemukan di aliran Sungai Rangkui dari pintu air hingga jalan Trem hingga kolong dan saluran-saluran air di hampir seluruh wilayah Pulau Bangka.

Sekretaris Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung, Ari Sabri mengungkapkan populasi yang semakin sedikit ini dikarenakan terjadi kerusakan habitat.

"Semakin sedikit karena habitat hancur, yang dulunya sungai sekarang berubah menjadi rumah, yang dulu sungai sekarang menjadi perkebunan sawit, yang dulunya sungai jernih sekarang keruh karena pertambangan timah," ujar Ari saat dihubungi bangkapos.com, Kamis (3/11/2022).

Ikan kelik putih ini disebutan Ari, biasa hidup di air yang jernih sehingga menjadi indikator untuk menentukan suatu lingkungan masih baik.

"Ikan kelik ini tidak bisa hidup di air yang keruh dan bersih, dia hidup di clear water, ini ikan yang indikasi untuk menentukan air itu bersih atau tidak," katanya.

Saat ini ikan kelik putih masih dalam proses identifikasi bersama Badan Riser dan Inovasi Nasion (BRIN) Pusat dalam menentukan kategori endemik atau native.

"Spesiesnya juga belum diketahui jadi masih disebut Clarias sp. Mengenai warnanya kenapa putih masih diuji, melihat dari bentuk tubuh dan sebagainya, nanti ada genetik juga untuk warna. Ikan ini bukan spesies kelainan genetik tetapi spesies asli karena dijumpai dalam jumlah banyak dan turun temurun," katanya.

Ari juga membeberkan alasan ikan kelik putih tak dikonsumsi masyarakat sebab ada dua alasan yang pertama ada mitos yang dipahami masyarakat dan kedua adanya pemahaman soal kehigenisan ikan ini.

"Ada mitos katanya dibalik kelik putih, jadi tidak dikonsumsi, ada mitos di luar nalar karena dilihat dari warna putih itu, dianggap penangkal ilmu hitam. 

Kedua ada yang menganggap karena hidup di ujung-ujung desa dan hutan jauh jadi makan kotoran, jadi orang enggan makannya," katanya.

Menyingkapi ikan kelik putih yang mulai sulit ditemui, Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung, melakukan upaya penyelamatan dengan cara memperbanyak ikan tersebut.

"Kita coba lakukan perbanyakan di sini, indukan besar ada 6 ekor dan puluhan anakan selebihnya kita lepas ke habitat. 

Selain itu, kita lakukan juga sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dari pendataan habitat yang dilakukan, ikan ini merupakan indikator air bersih, ayo masyarakat jaga air kita," kata Ari.

Lebih Mahal dari Lele Biasa

Pedagang ikan air tawar di Pasar Pagi Pangkalpinang Haryadi menuturkan keberadaan ikan kelik putih sudah sangat langka dijual di pasaran.

Menurut Haryadi, jika ada dijual pun, jumlahnya sangat terbatas dan hanya beberapa pedagang saja.

"Kalau saya hanya jual lele hitam atau lele peranakan saja, kalau kelik putih hampir gak pernah," ucapnya kepada Bangkapos.com Kamis (3/11/2022) siang.

Pasalnya kata Haryadi, ikan kelik puteh biasanya didapatkan pedagang dari habitatnya saja sungai seperti sungai dan rawa-rawa.

Bukan berasal dari bibit peranakan lele yang mudah dijumpai pada umumnya.

Namun, karena keberadaannya jarang ditemui di sungai sehingga populasi ikan kelik puteh di pasaran pun menjadi langka.

"Kalau orang sekarang lebih memilih lele hitam biasa sih karena kelik dan lele ini hampir sama, kalau saya jual ikan air tawar seperti lele biasa, ikan patin, gurame dan nila yang stoknya banyak," ujarnya.

Akibatnya, kelangkaan itu ikut mempengaruhi harga jual ikan kelik puteh di pasaran. 

Dikatakan Haryadi harga jual kelik puteh dmulai dari Rp50.000-Rp60.000 per kgnya.

Harga itu lebih mahal dari harga lele biasa yang berkisar Rp30.000 per kgnya.

"Mungkin karena langka jadi mahal, kalau ada di pasar harganya lebih tinggi" sebut pedagang itu.

Ia mengatakan, secara umum kelik puteh hampir sama dengan lele hitam.

Namun ada sedikit perbedaan khususnya soal warna ikan tersebut yang berwarna keputihan, kemudian kelik puteh juga banyak durinya ketimbang lele hitam biasa.

Tak hanya langka di kalangan pasar, kepopuleran ikan kelik puteh rupanya tidak setenar dahulu.

Beberapa masyarakat pun mengaku tidak mengetahui adanya ikan kelik puteh.

Sava (22) misalnya warga Kacangpedang itu mengakui tak pernah mendengar dan melihat ikan kelik putih.

"Jangankan untuk makannya, lihat saja belum," ucap perempuan itu.

Kata Sava, dirinya hanya familiar dengan lele hitam yang kerap dikonsumsi masyarakat.

"Kalau lele yang biasa dijual di pecel lele itu saya tau, makan juga sering, saya rasa kalau lele hitam mungkin semua orang tahu," ucap Sava.

Diakuinya, ia pun cukup penasaran bagaiman bentuk kelik puteh itu.

"Saya baru dengar kelik puteh dari abang lah, penasaran juga belum pernah liat," ujarnya.

Ikan Kelik Putih Secara Ilmiah

Dosen Aquakultur Universitas Bangka Belitung (UBB), Ahmad Fahrul Syarif menjelaskan secara ilmiah tentang ikan kelik putih yang sulit ditemui di kolong dan sungai wilayah Bangka Belitung.

"Kelik putih ini kan merupakan jenis ikan lele Clariidae (Catfish), kalau di Bangka ini merujuk pada jenis ikan lele lokal Clarias sp. yang banyak di temukan di rawa, aliran sungai atau parit kecil (bandar)," ujar Fahrul, Kamis (3/11/2022).

Dibeberkannya, jika merujuk pada kondisi normalnya ikan ini berwarna gelap dengan corak kuning bintik disekitar badannya.

"Menjadi warna putih karena kelainan genetik yang disebut Albinisme (Albino=tidak memiliki pigmen warna) sehingga menjadi putih/bule. Kondisi albino ini disebabkan karena mutasi gen yang mewariskan pigmen warna tertentu menjadi tidak muncul/terkespresi," kata Fahrul.

Ditekankannya, kelik putih tidak termasuk ikan endemik jika yang dimaksud adalah spesies Clarias nieuhofii, C.batracus atau jenis lele lokal lain yang terdapat di pulau Bangka maupun Belitung.

"Kondisi seperti ini bisa terjadi pada semua spesies ikan baik lokal (natif) maupun endemik," katanya.

Dia membeberkan, secara umum menurunnya populasi beberapa jenis ikan tidak hanya kelik putih atau jenis ikan lokal lainnya yaitu pertama, eksploitasi yang berlebihan (overfishing), penangkapan berlebih sehingga jumlahnya di alam semakin menurun.

"Kedua adalah kerusakan habitat alaminya akibat pencemaran limbah yang masuk ke perairan, pencemaran akibat tambang yang menyebabkan kekeruhan perairan dan aktivitas lain yang berpotensi merusak habitat ikan-ikan ini," lanjutnya.

Ikan-ikan ini banyak ditemukan pada kondisi perairan yang masih baik, jernih airnya tidak ada pencemar seperti limbah pertanian atau perkebunan atau tambang yg menyebabkan air menjadi keruh.

"Karena pada prinsipnya ikan ini sangat menyukai perairan yg masih alami dan terjaga seperti di hutan-hutan atau rawa-rawa yang belum terganggu oleh aktivitas manusia," katanya.

Disoroti Pj Gubernur

Penjabat (Pj) Gubernur Bangka Belitung (Babel), Ridwan Djamaluddin ikut menyoroti populasi ikan kelik putih yang sulit ditemukan di sungai wilayah Bangka Belitung.

Menurutnya, melestarikan keanekaragaman hayati agar tidak punah penting menjadi upaya bersama.

Ridwan mengaku pemerintah provinsi siap bila ada komunitas tertentu yang konsentrasi pada penyelamatan ikan yang populasi sudah sedikit untuk berdiskusi.

"Saya akan undang lah para praktisi (konsen menyelamatkan satwa yang populasi sedikit-red), saya akan dialog juga, ada kemarin komunitas. Ayo diskusi dengan keanekaragaman hayati Bangka Belitung," ujar Ridwan, Kamis (3/11/2022).

Dia tak menampik penyebab dari polulasi keanekargaman hayati sedikit karena kerusakan habitat.

"Tambang dan penebangan hutan secara umum baik itu untuk tambang dan untuk kebun atau kebakaran hutan, tapi pada dasarnya secara alami ada evolusi yang dilakukan oleh alam, manusia dan hewan. Namun yang tidak boleh kita lakukan adalah mempercepat kepunahan," ingatnya.

Ridwan menyakini bahwa keanekaragaman hayati yang perlu diperhatikan ini pasti memiliki ciri khas dan manfaat untuk daerah.

"Keanekaragaman hayati itu sebenarnya bukan angka, saya berkeyakinan segala yang diciptakan di muka bumi ini pasti ada gunanya. Jadi kalau kita punya banyak jenis tentu manfaat akan banyak," kata Ridwan.

(Bangkapos.com/Cici Nasya Nita/Akhmad Rifqi Ramadhani).

 

 

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved