Berita Pangkalpinang

Kisah Nyata Tiga Istri Gugat Cerai Suami, Faktanya Ada Ribuan Janda di Bangka Belitung

Ini kisah nyata, curahan hati (Curhat) seorang wanita berinisial Las (33). Baru dua bulan ia resmi bercerai dengan sang suami. Begini kisahnya.

|
TRIBUN SUMSEL
Ilustrasi WANITA MENANGIS 

"Jadi untuk keharmonisan ini, kalau BKKBN waktu melakukan pernikahan itu umurnya sudah ditentukan, yaitu 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki, supaya mereka itu fisik, mental dan ekonomi siap," tandasnya.

Pernikahan usia dini menjadi pemicu per ceraian yang menjadi perhatian selain karena faktor kematangan mental dan ekonomi.

"Kalau terjadi perceraian itu biasanya mentalnya dan ekonominya belum siap, tapi ada umur sudah dewasa tapi terjadi per ceraian karena tidak sepaham sebetulnya bukan tidak sepaham, sudah tahu kalau laki-laki dan perempuan itu disatukan akan berbeda sifatnya, gimana gak sepaham, pas pacaran sepaham semua," jelas Fazar.

Ia menyayangkan apabila pasangan suami istri harus memutuskan bercerai, karena menurutnya yang harus diperhatikan adalah kehidupan sang anak.

"Kalau harus bercerai maka anaknya harus diperhatikan, ada orang bercerai, anaknya tidak sekolah dan sebagainya. Itu tanggung jawab berdua, anak itu buah hati mereka, nanti akan memengaruhi juga tingkat kualitas sumber daya manusia," ujar Fajar.

Kacamata Psikolog

Psikolog/Dosen Psikologi Islam STAIN SAS Babel, Siska Dwi Paramita menilai, fenomena ini menggambarkan bahwa meski seorang suami dan istri memiliki hak dan kewajibannya masing-masing, tetapi perempuan lebih membutuhkan dukungan secara psikologis.

Dari sudut pandang psikologis, seorang istri sekaligus berperan sebagai ibu bagi anak-anaknya tentu membutuhkan dukungan secara psikologis dari suami dan juga keluarga.

Selain dukungan, tentu istri membutuhkan perlakuan yang penuh dengan kasih sayang seperti dipeluk, diucapkan kata cinta dan sayang. Mengenai alasan kenapa istri lebih banyak menggugat cerai sulit untuk dijawab tanpa ada proses tanya jawab secara langsung, tetapi tidak bisa dipungkiri jika wanita memiliki faktor emosional lebih dari laki-laki.

Seperti kita ketahui, ada bagian otak manusia yang disebut amigdala, tugasnya sebagai wilayah otak membuat seseorang mampu mengingat detail peristiwa yang sangat emosional. Di sinilah secara psikologis perbedaannya.

Oleh karena itu, kencenderungan perempuan mengambil keputusan dengan mengedepankan perasaan dari pada berpikir menggunakan logika, bisa menjadi salah satu alasannya.

Otak laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya perbedaan respons pada amigdala tersebut. Ketika mereka menerima rangsangan pada perempuan, aktivitas amigdala akan mengarahkan respons stres tubuh dan memengaruhi perasaan.

Akan tetapi, dengan demikian keputusan untuk ber cerai, tentu menjadi pilihan terakhir dalam kehidupan rumah tangga dan itu pilihan yang berat bagi tiap pasangan.

Banyak yang harus dipertimbangkan, karena secara psikologis tiap orang tentu membutuhkan pasangan dalam kehidupannya. Apalagi sebagai perempuan tidak mudah menjalani kehidupan seorang diri, apalagi bagi rumah tangga yang sudah dijalankan bertahun-tahun.

Terakhir, meski media sosial tidak memberikan pengaruh secara langsung, tetapi juga mempunyai peluang menjadi gerbang pemicu adanya hubungan yang kurang harmonis karena konten-konten tertentu bisa menimbulkan efek.

Artinya, apa yang dilihat dari Medsos juga bisa menjadi gerbang pemicu, mungkin adanya wanita atau pria idaman lain, arahnya lebih ke sana. (Fery Laskari/W4/S2)
 
 

Sumber: Pos Belitung
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved