Malam 1 Suro: Sejarah dan Asal-usul Istilah Suro dalam Penyebutan Bulan Muharram

Sultan Agung berinisiatif mengubah sistem kalender Saka, yang merupakan perpaduan Jawa asli dan Hindu. Kemudian, Sultan Agung memadupadankan kalen....

TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI
KIRAB PUSAKA. Sejumlah keluarga dan abdi dalem Pura Mangkunegaran melakukan kirab pusaka mengelilingi benteng di Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (06/12/2010). Kirab tersebut diadakan untuk memperingati malam 1 Suro tahun baru penanggalan jawa atau 1 Muharam 1432 Hijriyah. 

POSBELITUNG.CO -- Dalam kebudayaan orang Jawa, Suro merupakan sebuah bulan sakral.

Adapun malam 1 Suro merupakan malam sebagai pertanda awal bulan pertama dalam kalender Jawa.

Malam 1 Suro juga bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender hijriah atau kalender Islam.

Tradisi masyarakat Jawa yang bertepatan dengan Tahun baru Islam 1 Muharam ini dirayakan dengan berbagai macam acara.

Sejarah dan asal-usul Malam 1 Suro tidak lepas dari kalender Jawa dan kalender Hijriyah yang memiliki korelasi.

Kalender Hijriyah diawali dengan bulan Muharram.

Pada zaman Mataram Islam di bawah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645), penanggalan Muharram dinamai Suro.

Baca juga: 65 Link Twibbon Tahun Baru Islam 2023 yang Keren, Menarik dan Kekinian, Lengkap Cara Gunakan Twibbon

Baca juga: Redho Mahasiswa Pangkalpinang Diduga Korban Mutilasi di Sleman Sempat Beli Makan di Warmindo

Baca juga: Kalender 2023, Daftar Tanggal Merah Juli 2023, Lengkap Libur Nasional dan Hari Besar Internasional

Sultan Agung berinisiatif mengubah sistem kalender Saka, yang merupakan perpaduan Jawa asli dan Hindu.

Kemudian, Sultan Agung memadupadankan kalender Saka dengan penanggalan Hijriyah.

KIRAB PUSAKA. Sejumlah keluarga dan abdi dalem Pura Mangkunegaran melakukan kirab pusaka mengelilingi benteng di Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (06/12/2010). Kirab tersebut diadakan untuk memperingati malam 1 Suro tahun baru penanggalan jawa atau 1 Muharam 1432 Hijriah. - Berikut ini sejarah malam 1 suro.
KIRAB PUSAKA. Sejumlah keluarga dan abdi dalem Pura Mangkunegaran melakukan kirab pusaka mengelilingi benteng di Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (06/12/2010). Kirab tersebut diadakan untuk memperingati malam 1 Suro tahun baru penanggalan jawa atau 1 Muharam 1432 Hijriah. - Berikut ini sejarah malam 1 suro. (TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI)

Inisiatif ini sangat unik karena kalender Saka menggunakan penghitungan dengan pergerakan Matahari, sementara Hijriyah menggunakan pergerakan Bulan.

Kalender Hijriyah pada masa itu banyak digunakan oleh masyarakat pesisir yang memilik pengaruh Islam yang kuat.

Sedangkan kalender Saka banyak digunakan oleh masyarakat Jawa pedalaman.

Ternyata, Sultan Agung ingin menyatukan masyarakat Jawa yang saat itu terpecah menjadi kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).

Dalam kepercayaan Kejawen, Malam 1 Suro dianggap istimewa.

Dalam buku "Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa" menjelaskan, penganut Kejawen percaya, Suro adalah bulan kedatangan Aji Saka ke Pulau Jawa untuk mengusir makhluk gaib.

Suro juga dipercaya sebagai bulan kelahiran aksara Jawa.

Baca juga: Spesifikasi dan Harga Oppo Reno 10 5G, Reno 10 Plus, dan Reno 10 Pro Plus, Desain Ultra Slim Body

Baca juga: Kronologi Mahasiswa Asal Pangkalpinang di Yogya Jadi Korban Mutilasi di Sleman, 2 Pelaku Ditangkap

Baca juga: Jangan Panik, Ini Cara Membuka HP OPPO yang Terkunci atau Lupa Kata Sandi dengan Panggilan Darurat

Tradisi Kebo Bule memperingati malam 1 Suro di Solo.
Tradisi Kebo Bule memperingati malam 1 Suro di Solo. (KOMPAS.COM/ M Wismabrata)

Istilah Suro

Istilah Suro merupakan penyebutan yang berasal dari 'Asyura (bahasa Arab) yang berarti kesepuluh.

Tanggal 10 bulan Muharram bagi masyarakat Islam memiliki arti yang sangat penting.

Memang dasar-dasarnya tidak begitu sahih atau kuat, namun itu telah menjadi tradisi bagi masyarakat muslim.

Karena pentingnya tanggal itu, oleh masyarakat Islam Indonesia, Jawa utamanya, tanggal itu akhirnya menjadi lebih terkenal dibanding nama bulan Muharram itu sendiri.

Yang lebih populer adalah Asyura, dan dalam lidah Jawa menjadi "Suro".

Jadilah kata "Suro" sebagai khazanah Islam-Jawa asli sebagai nama bulan pertama kalender Islam maupun Jawa.

Dalam pandangan masyarakat Kejawen, mereka cenderung menghindari melakukan perayaan seperti hajatan pernikahan pada bulan Muharram.

Baca juga: Tak Harus Buat Akun Baru, ini Cara Ganti Nomor Telepon WhatsApp, Riwayat Chat & Kontak Tak Terhapus

Baca juga: Makin Murah, Harga HP Oppo Reno7 Z 5G Turun Rp1,9 Juta, Spek Gahar, Jaringan 5G Paling Terjangkau

Hal ini karena masyarakat Islam-Jawa memiliki anggapan, bulan Suro atau Muharram merupakan bulan yang paling agung dan termulia, sebagai bulan (milik) Gusti Allah.

Karena terlalu mulianya bulan Suro ini, maka dipercayai hamba atau manusia "tidak kuat" atau memandang "terlalu lemah" untuk menyelenggarakan hajatan pada bulan Allah itu, seperti yang dijelaskan di buku Misteri bulan Suro: perspektif Islam Jawa oleh Muhammad Sholikhin.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved