Berita Belitung Timur

Korupsi Dana Covid-19 Belitung Timur, Pihak Terdakwa Hadirkan Ahli dari Perdatin hingga Ahli Hukum

Pihak terdakwa perkara korupsi pengelolaan dana tunjangan dan insentif Covid-19 di Beltim, dr Rudy Gunawan, hadirkan 3 ahli dalam persidangan.

Penulis: Sepri Sumartono | Editor: Novita
Bangkapos.com/Sepri Sumartono
Terdakwa korupsi Covid-19 Beltim, dr Rudy Gunawan di Ruang Garuda Pengadilan Negeri Pangkalpinang. 

POSBELITUNG.CO, BANGKA - Pihak terdakwa perkara korupsi pengelolaan dana tunjangan dan insentif Covid-19 di Kabupaten Belitung Timur (Beltim) tahun 2021, dr Rudy Gunawan, menghadirkan beberapa ahli dalam sidang di Ruang Garuda Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Kamis (21/3/2024).

Yakni perwakilan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (Perdatin) Amelia dan ahli dari Kantor Akuntan Publik (KAP), Danang Rahmat, serta ahli hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Profesor Suparji.

Dalam persidangan, ahli dari Perdatin, Amelia, mengatakan, penanganan dalam kondisi bencana seperti pandemi Covid-1, maka pelayanan kesehatan yang diberikan abnormal.

Lalu, sejak awal, dokter anastesi memang dokter yang berkompetensi berada di ruang ICU.

Sementara, pasien yang masuk ke rumah sakit pada pandemi Covid-19 adalah kategori sedang dan berat, sehingga wajar saja dokter anastesi menjadi penanggung jawab di ruang ICU atau ruang isolasi.

Dijelaskannya, rumah sakit membuat peraturan direktur berdasarkan regulasi dari negara tentang Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).

Jika pasien didiagnosis ke satu spesialis tertentu, maka DPJP pertama akan menyesuaikan dengan kompetensi dokter tertentu juga.

"Jika pasien terdiagnosis kritis, maka tentunya DPJP pertama dalam penanganan ini adalah dokter spesialis anastesi," kata Amelia, Kamis (21/3/2024).

Kemudian yang menentukan DPJP adalah keputusan direktur rumah sakit.

Akan tetapi, setiap rumah sakit tentu mempunyai kebijakan berbeda tentang kebijakan dan sistem yang dibuat oleh direkturnya.

Auditor Tak Boleh Berasumsi

Sementara itu, saksi ahli dari Kantor Akuntan Publik (KAP), Danang Rahmat, dalam persidangan mengatakan, audit yang dilakukan dengan mengandalkan dokumen saja bisa disebut cacat prosedur, karena seorang auditor tidak boleh berasumsi.

Meskipun sudah mendapatkan dokumen, auditor harus melakukan prosedur-prosedur lain, misalnya prosedur membandingkan.

"Kalau prosedur-prosedur itu belum dilakukan, artinya belum melakukan audit tapi baru merencanakan audit," kata Danang, Kamis (21/3/2024).

Menurut Danang, seorang auditor tidak boleh meyakinkan suatu hal salah dan tidak boleh meyakinkan suatu hal benar sebelum prosedur dijalankan karena tidak boleh berasumsi.

Lalu, Danang menjelaskan, pada perihal kerugian keuangan negara ada disebutkan tentang nyata dan pasti.

Artinya, kerugian keuangan negara harus nyata bukan asumsi dan ketika itu masih asumsi maka tidak didefinisikan sebagai kerugian serta harus pasti atau dapat dihitung jumlahnya.

Ketika melaksanakan audit, auditor harus memiliki kecakapan yang kolektif.

Artinya, jika yang diperiksa adalah jasa kesehatan wajib ada ahli, misalnya ahli manajemen administrasi rumah sakit.

"Jika tidak ada ahli yang dibutuhkan, jangankan sudah layak atau tidak, secara standar saja pimpinan auditor seharusnya sudah menolak kegiatan audit," kata Dang.

Danang juga menyataka,n auditor tidak boleh melakukan pekerjaan di luar keahliannya.

Jika melakukan interpretasi maka harus menggunakan ahli, karena tidak boleh ada interpretasi sendiri.

Sementara itu, ahli hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Profesor Suparji. mengatakan, pertanggungjawaban hukum seseorang dikaitkan dengan asas legalitas.

Bahwa seseorang tidak bisa dituntut dan tidak bisa dihukum jika tidak ada perbuatan yang dilarang pada undang-undang sebelumnya.

"Jika tidak ada satu undang-undang yang melarang, maka seseorang tidak bisa dihukum atas perbuatannya," kata Suparji, Kamis (21/3/2024).

Seseorang akan diklasifikasikan melakukan pelanggaran apabila ada sebuah norma yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Dengan demikian, kalau ada satu tindakan yang menafsirkan bagaimana mengambil suatu langkah atau kebijakan yang tidak ada aturan secara spesifik, maka tidak bisa diklasifikasi sebagai sebuah pelanggaran hukum.

Lalu, Suparji menjelaskan, pengertian kerugian keuangan negara adalah sudah jelas hilangnya, berkurangnya sesuatu yang menjadi hak negara karena suatu perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan peraturan, pihak yang berhak mendeklarasikan atau menyatakan adanya kerugian keuangan negara adalah BPK RI.

Lembaga lain seperti Inspektorat tetap bisa menghitung kerugian keuangan negara, tapi tetap saja yang berhak menyatakan adalah BPK RI.

(Bangkapos.com/Sepri Sumartono)

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved