Berita Belitung Timur
Sidang Korupsi Jasa Pelayanan Covid-19 di RSUD Belitung Timur, 3 Dokter Spesialis Jadi Saksi
Sidang perkara kasus korupsi jasa pelayanan Covid-19 di RSUD Muhammad Zein Belitung Timur terus bergulir.
POSBELITUNG.CO, BELITUNG - Sidang perkara kasus korupsi jasa pelayanan Covid-19 di RSUD Muhammad Zein Belitung Timur terus bergulir.
Kali ini, tiga orang dokter spesialis dihadirkan sebagai saksi pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Pangkalpinang pada Senin (8/7/2024).
Ketiga dokter tersebut adalah Rima dokter spesialis radiologi, Ikram dokter spesialis penyakit dalam dan Liliyanto dokter spesialis bedah.
Ketiganya menjadi saksi utuk perkara terdakwa Dwi Sanita yang merupakan bidan dan anggota tim jasa pelayanan.
Dalam persidangan, Ikram mengatakan, sebagai dokter spesialis penyakit dalam telah mendapatkan jasa pelayanan Covid-19 Rp451 juta.
"Setahu saya terdakwa Dwi Sanita tidak menangani langsung pasien Covid-19," kata Ikram ketika bersaksi dalam sidang yang berlangsung di Ruang Garuda, Senin (8/7/2024).
Menurut Ikram, berdasarkan lembar konsultasi yang ia ketahui, ada lima pasien yang ditangani Rudy Gunawan secara langsung.
Ia baru mengetahui Dwi Sanita adalah anggota Tim Jasa Pelayanan Covid-19 setelah kasus ini berproses.
Tapi, Ikram tidak tahu menahu soal terdakwa Dwi Sanita yang ternyata merupakan bagian dari tim jasa pelayanan Covid-19.
Diketahui Ikram, Dwi Sanita merupakan Seksi Pelayanan Media di RSUD Muhammad Zein yang bertugas sebagai koordinator secara administrasi.
"Seksi pelayanan medis itu koordinator secara administrasi terkait pelayanan dokter-dokter, tapi tetap keputusan dari direktur," sebutnya.
Sementara itu, saksi Liliyanto, dokter spesialis bedah RSUD Muhammad Zein, mengaku tidak tahu kalau terdakwa Dwi Sanita adalah anggota Tim Jasa Pelayanan di bawah kepemimpinan Rudy Gunawan.
Liliyanto mengatakan, dokter penanggung jawab pasien (DPJP) utama dan DPJP kedua harus tertera di lembar konsultasi.
Penetapan siapa dokter yang menjadi DPJP utama, tergantung kasus yang dialami oleh pasien. Jika pasien usus buntu, maka otomatis yang menjadi DPJP utama adalah dokter spesialis bedah.
Lalu, apabila kemudian ditemukan indikasi adanya Covid-19, maka DPJP utama akan berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam sebagai DPJP kedua, karena dokter spesialis paru tidak ada di RSUD Muhammad Zein.
Anastesi dilakukan hanya saat pasien mengalami gangguan airway saja.
Sehingga DPJP kedua pada pasien Covid-19 tidak harus selalu dokter spesialis anastesi, karena tergantung lembar konsultasi.
"Misalnya saya kepala IGD, tidak semua pasien saya menjadi DPJP utama, karena tergantung kasus pasiennya. Kalau semua pasien yang masuk ke IGD saya jadi DPJP utama, berarti saya dokter serba bisa," kata Liliyanto saat bersaksi, Senin (8/7/2024).
Menurutnya, dokter spesialis akan jadi DPJP utama jika ada pasien yang terganggu pernafasan (airway) saja yang masuk ke dalam bidang spesialisnya.
Semua pasien Covid-19 belum tentu ada gangguan airway.
Selain itu, terkait pemasaran nasal kanul dokter umum juga bisa, tapi jika ventilator memang harus dokter anastesi.
Jika sebagai dihitung sebagai DPJP utama, Ikram sebagai dokter penyakit dalam dianggap layak mendapatkan jasa pelayanan paling besar karena memang spesialisnya terkait Covid-19.
Pada pengelolaan jasa pelayanan, ada istilahnya dilibatkan karena dasar perhitungan ada pada kesepakatan antara dokter-dokter di rumah sakit seperti apa pembagiannya.
"Kalau jaspel Covid-19 ini tidak pernah dilibatkan tapi tiba-tiba cair aja," imbuhnya.
Sementara itu, dokter spesialis radiologi RSUD Muhammad Zein, Rima, mengaku tidak ingat lagi jumlah pasiennya yang dirontgen.
Di awal pandemi, radiologi merupakan bagian penting dari pelayanan pasien Covid-19.
"Seharusnya saya masuk ke dalam tim inti pelayanan pasien Covid-19, tapi tidak dimasukkan oleh dokter Rudy Gunawan," kata Rima saat bersaksi dalam persidangan, Senin (8/7/2024).
Rima yang bertugas membaca dan menjelaskan hasil rontgen pasien, misalnya pasien Covid-19 apakah mengalami penyakit lain seperti jantung atau paru.
Sebagian besar pekerjaan Rima dibantu oleh petugas radiologi. Penjelasan hasil rontgen digunakan untuk pengklaiman BPJS, tapi nama Rima tidak dimasukkan.
Jasa pelayanan Covid-19 yang didapat oleh Rima totalnya Rp23 juta, dengan melayani pasien sebanyak 600 orang.
Maka itu, Rima merasa berhak mempertanyakan kenapa dan bagaimana perhitungannya.
Rima sama sekali tidak tahu isi peraturan direktur tentang pengelolaan jasa pelayanan dan merasa tidak pernah dilibatkan tentang penentuan besarannya.
Lalu, setelah tim jasa pelayanan ini bermasalah hukum kemudian rumah sakit mengganti timnya dengan yang baru.
Selain tim, rumah sakit juga mengeluarkan peraturan direktur yang baru tentang jasa pelayanan sehingga menjadi lebih transparan.
"Sekarang pembagiannya sangat transparan, jauh lebih baik dengan isi dari perdir yang baru, jasa saya langsung naik 200 persen, dulu Rp5 juta per bulan sekarang Rp20 juta per bulan," ungkapnya.
Rima menegaskan, yang harus bertanggung jawab atas kasus ini adalah orang yang menghitung besaran pembagian jasa pelayanan.
(Bangkapos.com/Sepri Sumartono)
| Erna Kunondo Perempuan Pertama Jabat Sekda Belitung Timur |
|
|---|
| Erna Kunondo Jabat Sekda Belitung Timur, Pelantikan Unik di Pasar Lipat Kajang |
|
|---|
| Beban Kendaraan Melintasi Jembatan Bailey Air Ruak Bakal Dibatasi, Rambu Bakal Dipasang |
|
|---|
| Jembatan Bailey di Simpang Tiga, Belitung Timur Hampir Rampung, Ini Perkirakan Selesai |
|
|---|
| Jadwal Pelantikan Sekda Belitung Timur, Berikut Ini Lokasinya |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.