Jokowi Paksakan Kereta Cepat Whoosh, Jonan Kena Pecat, Mahfud MD Sebut Luhut Tak Terlibat

Mahfud MD mengaku siap jika dipanggil KPK untuk diperiksa dan memberi keterangan soal proyek yang dikerjakan di era Presiden Jokowi ini.

Editor: Alza
Dok Tribunnews
WHOOSH - Dugaan kasus korupsi di balik proyek kereta cepat Whoosh. 
Ringkasan Berita:
  • Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh dibangun era Jokowi
  • Mencuat informasi proyek tersebut diwarnai dugaan kasus korupsi
  • Mahfud MD bongkar rahasia tentang proyek Whoosh dan pemecatan Jonan sebagai Menhub

POSBELITUNG.CO -- Mantan Menko Polhukam Mahfud MD dalam channel YouTube Mahfud MD Official mengungkap ada dugaan korupsi dalam proyek kereta cepat Whoosh, Selasa (14/10/2025).

Mahfud MD mengaku siap jika dipanggil KPK untuk diperiksa dan memberi keterangan soal proyek yang dikerjakan di era Presiden Jokowi ini.

Namun menurut Mahfud informasi adanya dugaan penyimpangan Whoosh, bukan dia yang pertama kali mengungkapkannya.

"Informasi bahwa ada orang yang punya informasi. Saya kan bukan yang pertama. Saya justru karena ada informasi dari sebuah televisi dan mengundang dua narasumber yang pernah terlibat dalam hal itu, kemudian mengundang ahli yang di situ," kata Mahfud kepada Kompas TV, Senin (27/10/2025).

Terkait hal itu, KPK memastikan sedang menyelidiki dugaan korupsi terkait proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh.

Whoosh menjadi perbincangan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa APBN tak akan menanggung beban utang Whoosh yang mencapai Rp 118 triliun.

Lanjut pada Mahfud, dia dengan jelas menyebut dua narasumber yang menyatakan hal itu.

"Pak Agus Pambagio bilang bahwa ada pemecatan karena tidak setuju. Bahkan Pak Agus juga yang memberi contoh, bisa saja Natuna itu diambil Cina seperti kasus Sri Lanka. Itu bukan dari saya, dari Pak Agus," katanya.

Lalu kata Mahfud, dugaan mark-up diungkapkan Antoni Budiawan di televisi tersebut.

"Jadi bukan saya yang buka, saya yang justru mengangkat. Karena ketika dua orang ini bicara kok adem-adem aja. Lalu saya angkat di tempat saya, malah rujukannya kok seperti ke saya.

Padahal di keterangan saya itu informasinya dari dua orang itu dan dari satu televisi," paparnya.

"Jadi kalau saya diminta informasi, saya beritahu ini informasinya sudah ada di keterangan saya, di podcast saya bahwa ini informasinya.

Kalau Anda perlu dari tangan saya ini saya tunjukkan, gitu saja," ujar Mahfud.

Mahfud menjelaskan informasi lain soal perencanaan Whoosh dirinya tidak mengetahui secara jelas.             

Sebab dia diangkat menjadi Menko Polhukam oleh Jokowi pada Oktober 2019.

Sementara kontrak kereta cepat Whoosh pada 2015-2016.

"Jadi saya tidak tahu di dalam," kata Mahfud.

Bukan itu saja, menurut Mahfud, dirinya ragu, Luhut Binsar Pandjaitan yang kala itu menjabat Menko Maritim dan Investasi terlibat dalam dugaan korupsi Whoosh.                       

"Bahkan saya juga ragu ya, meskipun orang boleh boleh saja berspekulasi. Ragu kalau Pak Luhut itu terlibat di sini.

Karena Pak Luhut itu baru diberi tugas sesudah kasus ini bocor dan bosok. Tahun 2020 kan Pak Luhut baru diberi tugas nangani ini," ujar Mahfud.

Jadi menurut Mahfud, tahun sebelumnya Luhut Pandjaitan tidak ikut proyek ini karena bukan bidangnya.

"Tetapi tahun 2020 Pak Luhut disuruh menyelesaikan kasus ini. Lalu ya inilah perkembangannya. Sehingga bukan saya membela Pak Luhut.

Saya kira Pak Luhut tidak ikut dari awal kasus ini dan tidak ada yang nyebut kalau di awal ikut. Dia baru tahun 2020 disuruh nyelesaikan dan kata Pak Luhut barang itu sudah busuk gitu," ujar Mahfud.

Selain itu, Mahfud mengaku mengetahui karakter Luhut Pandjaitan yang jika diberi tugas oleh Presiden, akan melaksanakannya sampai tuntas.

"Dan saya tahu karakternya Pak Luhut itu, kalau diberi tugas oleh Presiden itu sama dengan militer pada umumnya. Kalau yang memerintah atasan harus diselesaikan.

Tidak banyak mempersoalkan, ya dia selesaikan gitu. Tapi kalau ada apa-apa, kalau di militer itu, yang bertanggung jawab ya atasannya yang memberi tugas itu," kata Mahfud.

Juga dalam hal ini kata Mahfud, Luhut sikapnya akan menyelesaikan karena diminta Presiden untuk diselesaikan.

"Sama dengan ketika kasus IKN. Masalah pembebasan tanah dan sebagainya. Di rapat kabinet berkali-kali terjadi pertentangan Bu Sri, Siti Nurbaya dengan menteri lain.

Pak Luhut ditunjuk oleh Pak Presiden. Pak Luhut saya beri waktu 1 minggu selesai ya. Siap Pak selesai. Selesai gitu," ujar Mahfud menirukan perintah Presiden dan jawaban Luhut.

Hal itu kata Mahfud, karena cara kerja militer seperti Luhut memang seperti itu.                     

"Nah sama, menurut saya ya, soal kereta cepat ini menurut saya tidak terlibat. Tapi nanti silakan saja. Apakah Pak Luhut terlibat dari awal atau tidak? Setahu saya dia 2020, pada periode kedua.

Saya juga masuknya periode kedua. Jadi tidak tahu-menahu kasus yang begini karena sudah jadi 2015- 2016. Sudah selesai, kontrak dengan segala dramanya itu, kita gak gak tahu," jkata Mahfud.

Menurut Mahfud awal penyelidikan untuk melihat ada tidaknya penyimpangan proyek ini bisa dimulai pada saat proses pembuatan kontrak.

"Pada saat proses pembuatan kontrak, ya. Pemindahan kontrak dari Jepang ke Cina itu patut dipertanyakan. Meskipun bisa saja orang mengatakan itu kan biasa dalam bisnis gitu, tapi menurut saya tetap mencurigakan," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan ada juga orang yang membahas wajar angka proyek naik, karena Jepang pakai yen dan Cina pakai mata uang lain.

"Tapi kalau saya kan ukurannya pada waktu itu dolar ngitungnya. Entah Jepang, entah Cina, entah Indonesia kan ukurannya dolar.

Jadi menurut saya gak bisa dikait-kaitkan dengan perbedaan kurs antara negara Cina dan Jepang, karena bagi Indonesia sama-sama dolar," kata Mahfud.

Karenanya menurut Mahfud kenapa kontrak dipindah dari Jepang ke Cina, bisa menjadi awal mulai penyelidikan.

"Kemudian kenapa terjadi overrun. Itu semua kita tidak katakan itu sudah pasti korupsi. Tidak. Tapi harus diselidiki," ujar Mahfud.

Mahfud mengaku sependapat dengan Jokowi seribu persen yang menyatakan bahwa transportasi umum itu bukan untuk mencari keuntungan, tetapi untuk pelayanan dan mungkin rugi.                                                                                         

"Tapi satu hal juga bahwa tidak boleh ada korupsi dalam proses pembuatan pelayanan itu. Dan sekarang ada dugaan seperti itu. Yang bilang ada mark-up itu kan bukan saya, Pak Antoni Budiawan.

Berdasar keahlian dia itu menduga ya kata dia, mungkin ada kickback, mungkin ada markup dan sebagainya," kata Mahfud.

Nah, itu semua, menurut Mahfud supaya diteliti karena isu ini sudah menjadi isu yang sangat besar. 

"Kita setujulah kereta apinya bagus. Itu bagi saya tidak harus untung, pasti rugilah namanya untuk peran rakyat. Tetapi tidak boleh juga ada korupsi di situ," kata Mahfud.

Proyek Whoosh Dipaksakan Jokowi

Sebelumnya dalam channel podcast YouTubenya Mahfud mengatakan tidak heran jika megaproyek kereta cepat Jakarta Bandung yang diberi nama Whoosh, hasil kerja sama dengan Cina ternyata membebani anggaran negara dengan jumlah utang yang kini mencapai Rp 116 triliun.

Menurut Mahfud MD, sejak awal megaproyek ini terlalu dipaksakan oleh Presiden Jokowi saat itu.

Sebab awalnya, tambah Mahfud, proyek kereta cepat ini direncanakan dalam perjanjian G2G, atau government to government, dengan pemerintah Jepang, lalu tiba-tiba berubah menjadi B2B atau business to business antara BUMN Indonesia dengan perusahaan Cina.

Bahkan kata Mahfud, saat itu Presiden Jokowi tidak mau mendengar saran dan peringatan dari Menteri Perhubungan saat itu Ignatius Jonan.                                                                           

Di mana katanya, Ignatius Jonan merasa proyek itu tidak visible dan tidak menguntungkan Indonesia.

Namun menurut Mahfud, peringatan Jonan diabaikan Jokowi dan bahkan Jokowi memecat Jonan dari jabatan Menhub.

"Pada awalnya proyek Whoosh ini direncanakan dalam perjanjian G2G, atau government to government, antara pemerintah Jepang dengan pemerintah Indonesia," kata Mahfud dalam channel YouTube Mahfud MD Official miliknya yang tayang, Selasa (14/10?2025) malam.

Di mana katanya berdasarkan hitungan ahli dari UI dan UGM, disepakati bahwa proyek Whoosh bisa dibangun dengan bunga 0,1 persen dengan Jepang. 

"Tiba-tiba sesudah Jepang minta kenaikan sedikit gitu, oleh pemerintah Indonesia dibatalkan.

Lalu di pindah ke Cina, dengan bunga 2 persen. Dengan overun pembengkakan kemudian menjadi 3,4 persen . Yang terjadi itu. Nah, akhirnya sekarang kita gak mampu bayar," papar Mahfud.

Mahfud menjelaskan ketika kerja sama pengerjaan proyek kereta cepat dipindah dari Jepang ke Cina, Presiden Jokowi memanggil Ignatius Jonan yang menjabat Menhub.

Kepada Jokowi, Jonan menyatakan tidak setuju dengan megaproyek itu bersama Cina.

Jonan, kata Mahfud mengatakan ke Presiden Jokowi bahwa perjanjian atau kesepakatan dengan Cina tidak visible atau tidak bisa dilihat keuntungannya.

"Pak, ini tidak visible, kata Pak Jonan ke Jokowi. Tapi malahan Pak Jonannya yang dipecat, digantikan. Sesudah itu dia (Presiden Jokowi-Red) memanggil ahli namanya Agus Pambagio," ujar Mahfud.

Agus Pambagio beber Mafud, diminta Jokowi memberikan saran soal rencana proyek kereta cepat Whoosh yang pembiayaannya bekerja sama dengan Cina.

"Presiden manggil nih. Sesudah mecat Jonatan, dia panggil dan tanya ke Agus Pambagio. 'Pak Agus, gimana ini Pak?' Agus jawab Ini tidak visibel, akan rugi negara, menurut Agus," beber Mahfud.

Mahfud mengatakan bahkan Agus Pambagio sempat menanyakan ke Presiden Jokowi, ide siapa pembangunan kereta cepat yang awalnya kerja sama dengan Jepang lalu dipindah ke Cina dengan biaya yang membesar.

"Ini atas ide siapa? Tanya Agus ke Jokowi. Kok bisa pindah dari Jepang ke Cina dan biayanya makin besar?" ujar Mahfud menirukan pertanyaan Agus Pambagio.

Lalu kata Mahfud, Jokowi menjawab bahwa itu adalah ide Jokowi sendiri.

"Atas ide saya, kata Jokowi. Kata Presiden, atas ide saya sendiri gitu," papar Mahfud.

Mendengar hal itu menurut Mahfud, Agus Pambagio menjawab karena ini ide Presiden dan sudah mau dijadikan kebijakan, maka ia tidak bisa berbuat apa-apa.                                           

"Karena ide Presiden sendiri dan mau dijadikan kebijakan, maka Agus mengaku tidak bisa berbuat apa-apa," kata Mafud.

"Dan pergi si Agus. Ternyata sekarang benar gak mampu bayar utangnya," ujar Mahfud.

Alasan Jokowi Bangun Whoosh

Sebelumnya mantan presiden Joko Widodo mengungkap alasannya memutuskan untuk membangun Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta–Bandung atau Whoosh saat menjadi Kepala Negara. 

Di Solo, Jokowi mengungkap awal mula pembangunan Whoosh berawal dari masalah kemacetan parah yang telah melanda wilayah Jabodetabek dan Bandung selama 20 hingga 40 tahun terakhir.

“Dari kemacetan itu negara rugi secara hitung-hitungan. Kalau di Jakarta saja sekitar Rp 65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung kira-kira sudah di atas Rp 100 triliun per tahun,” ujar Jokowi dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, kerugian akibat kemacetan mendorong pemerintah untuk membangun berbagai moda transportasi massal seperti KRL, MRT, LRT, Kereta Bandara, dan Whoosh.

“Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal sehingga kerugian akibat kemacetan dapat ditekan,” jelas Jokowi.                                                                 

Jokowi menegaskan bahwa prinsip dasar pembangunan transportasi massal adalah layanan publik, bukan mencari laba.

“Prinsip dasar transportasi massal itu layanan publik, bukan mencari laba. Jadi, transportasi umum tidak diukur dari keuntungan finansial, tetapi dari keuntungan sosial,” tegasnya. 

Jokowi menambahkan, keuntungan sosial tersebut mencakup penurunan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, pengurangan polusi, dan efisiensi waktu tempuh.

“Di situlah keuntungan sosial dari pembangunan transportasi massal. Jadi, kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian seperti MRT,” ujarnya. 

Jokowi mencontohkan MRT Jakarta yang mendapat subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sekitar Rp 400 miliar per tahun untuk rute Lebak Bulus–Bundaran HI.

“Jika seluruh jalur MRT selesai dibangun, diperkirakan subsidi bisa mencapai Rp 4,5 triliun per tahun,” jelasnya.

Ia menilai, mengubah kebiasaan masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum bukan hal mudah.

“Memindahkan masyarakat dari mobil pribadi dan sepeda motor ke transportasi umum tidak mudah. Mengubah karakter itu sulit,” tambahnya.                                                                 

Meski masih dalam proses, Jokowi menilai dampak positif transportasi massal mulai terasa.

“MRT Jakarta, misalnya, telah mengangkut sekitar 171 juta penumpang sejak diluncurkan. Sementara Kereta Cepat Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang,” ungkapnya.

Ia mengajak masyarakat untuk bersyukur karena sudah mulai ada pergeseran perilaku menuju penggunaan transportasi umum.

“Masyarakat patut bersyukur karena sudah ada pergerakan untuk berpindah dari kendaraan pribadi. Ini proses bertahap, tidak bisa langsung,” kata Jokowi.

Selain mengurai kemacetan, Jokowi menegaskan bahwa pembangunan transportasi massal, termasuk Whoosh, memiliki efek berganda terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

 “Contohnya kereta cepat, yang menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru,” tandasnya.

Proyek KCIC sejak awal dibiayai terutama melalui pinjaman dari Bank Pembangunan China (CDB) senilai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 116,5 triliun.

Sekitar 75 persen atau 5,4 miliar dollar AS berasal dari utang luar negeri, sedangkan 1,8 miliar dollar AS adalah setoran modal dari konsorsium pemegang saham, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved