News
Sosok Syamsul Jahidin, Pengacara yang Bikin Polisi Aktif Tak Lagi Bisa Duduki Jabatan Sipil
Syamsul Jahidin menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ringkasan Berita:
- Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan anggota Polri aktif dilarang menduduki jabatan sipil.
- Atas putusan MK ini, setiap anggota Polri yang ingin menduduki jabatan di luar kepolisian wajib mengundurkan diri atau pensiun dari institusinya.
POSBELITUNG.CO – Siapa sosok Syamsul Jahidin? Namanya mencuat setelah menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pria 31 tahun asal Mataram, Nusa Tenggara Barat ini menilai anggota Polri aktif tidak seharusnya menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri dari dinas kepolisian.
Syamsul lahir pada 27 Mei 1992 di Pangesangan, Mataram.
Pria asal Mataram ini adalah pengacara konstitusional dan managing partner di ANF Law Firm (terdaftar AHU-0000456-AH.01.22 Tahun 2022).
Syamsul merupakan lulusan Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah dengan IPK 3,3 pada tahun 2020.
Di tahun yang sama, ia juga menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, STAI Sabili Bandung dengan IPK 3,25. Ia kemudian melanjutkan studi dan meraih gelar Magister Hukum Operasi Militer dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) dengan IPK 3,65 pada tahun 2024. ia juga meraih gelar Magister (S2) Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan IPK 3,65 (2023).,
Saat ini Syamsul tengah menempuh pendidikan Magister (S2) Hukum Kesehatan disekolah tinggi hukum militer (2025), serta sedang menyelesaikan studi doktoral di bidang hukum pada Universitas Borobudur.
Sertifikasinya mencakup M.M, CIRP, CCSMS, CCA, dan C.Med, menjadikannya ahli di litigasi, kepailitan, mediasi, serta advokasi konstitusional.
Sebagai anggota Dewan Pengacara Nasional (DPN), ia aktif berbagi ilmu melalui Instagram @syamsul_jahidin, di mana ia membahas kasus-kasus kompleks dan ekspansi firma hukumnya.
Kepada Tribunnews, Syamsul mengungkap masih tercatat sebagai satpam meskipun berprofesi juga sebagai advokat di tengah kesibukannya menjalani kuliah pascasarjana.
"Hingga saat ini saya memegang sertifikasi sebagai assesor atau penguji dan penilai dari Sertifikasi LSP PP Polri, menguji kelayakan personel Satpam," ujarnya dihubungi pada Kamis (30/10/2025).
Ia juga memiliki sejumlah sertifikasi profesional seperti M.M, CIRP, CCSMS, CCA, dan C.Med, yang menunjukkan keahliannya dalam litigasi, kepailitan, mediasi, serta advokasi konstitusional.
Selain berprofesi sebagai pengacara, Syamsul aktif sebagai dosen hukum dan sering berbagi pandangan hukum melalui akun Instagram pribadinya, @syamsul_jahidin, dengan moto: “Hukum adalah alat untuk keadilan sosial.”
Dalam praktiknya, Syamsul kerap membela hak-hak pekerja dan buruh, baik di ruang sidang maupun di lapangan bersama para aktivis.
Ia juga dikenal kritis terhadap kebijakan yang dianggap mencederai prinsip keadilan.
Selain gugatan ke MK terkait jabatan sipil polisi aktif, Syamsul pernah menggugat pemberian pangkat Letkol Tituler kepada Deddy Corbuzier di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan turut menggugat Kementerian Pertahanan, Panglima TNI, dan Mabes AD.
Dengan latar pendidikan yang luas dan kiprah hukum yang aktif, Syamsul Jahidin menjadi salah satu advokat muda paling vokal dalam memperjuangkan supremasi hukum dan kesetaraan di ruang publik.
MK Larang Polisi Aktifi Duduki Jabatan Sipil
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan anggota Polri aktif dilarang menduduki jabatan sipil.
MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Putusan ini tertuang dalam amar perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada sidang pleno, Kamis (13/11/2025).
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, frasa tersebut menimbulkan ketidakjelasan dan memperluas makna pasal yang mengatur bahwa anggota Polri hanya boleh menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Akibatnya, muncul ketidakpastian hukum bagi anggota Polri dan aparatur sipil negara (ASN).
“Frasa itu tidak memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Karena itu, dalil para pemohon beralasan menurut hukum,” ujar Ridwan.
Putusan MK ini disertai concurring opinion dari Hakim Arsul Sani serta dissenting opinion dari Hakim Daniel Yusmic P. Foekh dan Guntur Hamzah.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Syamsul Jahidin, mahasiswa doktoral dan advokat, serta Christian Adrianus Sihite, lulusan hukum.
Mereka menilai aturan sebelumnya membuka celah bagi anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil seperti Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, hingga Sekjen Kementerian tanpa mundur dari dinas.
Menurut pemohon, praktik itu melanggar prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi, dan menciptakan ketimpangan bagi profesional sipil dalam pengisian jabatan publik.
Dengan putusan MK ini, setiap anggota Polri yang ingin menduduki jabatan di luar kepolisian wajib mengundurkan diri atau pensiun dari institusinya.
Sehingga 4.351 harus memilih mundur dari jabatannya di jabatan sipil atau pensiun dini dari jabatan anggota Polri.
Respon Mabes Polri
Mabes Polri menyatakan akan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang Kapolri menugaskan anggota polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan pihaknya saat ini masih menunggu salinan resmi putusan tersebut sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
“Kami belum menerima salinan putusan sampai saat ini. Namun Polri selalu memperhatikan dan menghormati keputusan yang telah ditetapkan oleh pengadilan,” ujar Sandi di PTIK, Mabes Polri, Kamis (13/11/2025).
Ia menjelaskan, selama ini penugasan anggota Polri di luar institusi kepolisian memiliki mekanisme yang jelas dan melalui tahapan seleksi. Penempatan anggota aktif di kementerian atau lembaga lain harus berdasarkan permintaan instansi terkait dan disetujui langsung oleh Kapolri.
“Semua penugasan sudah diatur secara internal, dengan kriteria yang ketat. Biasanya dilakukan atas permintaan lembaga lain yang membutuhkan kehadiran Polri, dan disertai izin dari Kapolri,” jelasnya.
Sandi menambahkan, setelah salinan resmi putusan diterima, Polri akan mempelajari substansinya untuk memastikan langkah tindak lanjut yang sesuai dengan ketentuan hukum.
“Kami menunggu rincian isi putusan agar bisa dipelajari dan dilaksanakan dengan tepat,” tegasnya.
Putusan MK sebelumnya menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dengan demikian, anggota Polri aktif tidak lagi dapat menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Artikel ini telah tayang di Sripoku.com
| Putusan Terbaru MK, Kapolri Tak Lagi Bisa Tugaskan Polisi Aktif di Jabatan Sipil |
|
|---|
| Modus SY Tersangka Kasus Penculikan Balita di Makassar, Anak Kandung Dijadikan Umpan |
|
|---|
| Sosok Mike Rajasa, Kiper Diaspora asal Belanda, Gemilang saat Timnas U17 Indonesia Kalahkan Honduras |
|
|---|
| Sosok Sarwo Edhie Wibowo Kakek AHY Dianugrahi Pahlawan Nasional, Figur Militer Berpengaruh |
|
|---|
| Daftar Nama Mahasiswa UIN Walisongo Tewas Terseret Arus Sungai di Kendal, 4 Orang dari FSH |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/belitung/foto/bank/originals/20251114-Syamsul-Jahidin.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.