Palestina Vs Israel

Menteri Israel Satu Ini Ajukan Permintaan Nyeleneh Usai Pengakuan Negara Palestina Meluas

Dewan Keamanan PBB telah menyetujui rencana perdamaian di Gaza, Palestina yang diusulkan oleh Donald Trump.

Editor: Kamri
Tangkapan Layar Video X/Twitter/Tribunnews.com
MENTERI ISRAEL - Menteri Israel Itamar Ben-Gvir dalam unggahan videonya di X pada Selasa (14/1/2025) lalu. Dewan Keamanan PBB telah menyetujui rencana perdamaian di Gaza, Palestina yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sekaligus menandai dukungan dunia untuk pengakuan Negara Palestinayang semakin luas. 
Ringkasan Berita:
  • Resolusi untuk perdamaian di Gaza Palestina menandai otorisasi dimulainya fase kedua dari rencana 20 poin yang diajukan oleh Trump.
  • Ben-Gvir menyerukan penangkapan terhadap Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas.

 

POSBELITUNG.CO – Dewan Keamanan PBB telah menyetujui rencana perdamaian di Gaza, Palestina yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Hal ini pun memicu dukungan dunia untuk pengakuan Negara Palestina semakin luas.

Resolusi untuk perdamaian ini menandai otorisasi dimulainya fase kedua dari rencana 20 poin yang diajukan oleh Trump.

Termasuk rencana pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) di Gaza.

Resolusi ini juga mengundang negara-negara anggota untuk berpartisipasi dalam Dewan Perdamaian (BoP).

Dewan yang sementara akan dipimpin oleh Donald Trump ini berfungsi sebagai badan transisi.

Lembaga ini bertanggung jawab untuk memandu upaya rekonstruksi dan menghidupkan kembali ekonomi di Gaza hingga akhir tahun 2027.

Semakin banyak negara yang mengakui Palestina ini membuat Israel semakin memanas.

Salah satunya pernyataan yang disampaikan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir.

Ben-Gvir bahkan mengajukan permintaan yang nyeleneh.

Menteri Israel satu ini menyerukan penangkapan terhadap Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas.

Seruan kontroversial Ben-Gvir ini disampaikannya pada Senin (18/11/2025).

Laporan Yediot Aharonot menyebutkan Ben-Gvir menyatakan beberapa hari terakhir telah terjadi "peningkatan yang mengkhawatirkan" dalam pernyataan para pemimpin dunia mengenai status kenegaraan Palestina — sebuah konsep yang ia bersumpah akan ditentang "dalam keadaan apa pun".

Ia secara langsung menyampaikan pesan keras kepada Abbas dan pejabat PA lainnya.

Ben-Gvir memperingatkan tidak ada satu pun dari pimpinan Otoritas Palestina yang menikmati kekebalan.

Ia bahkan melangkah lebih jauh dengan melontarkan ancaman ekstrem.

Menteri sayap kanan ini mengklaim jika Israel atau PBB mengakui Negara Palestina, otoritas Israel harus mengeluarkan perintah untuk melakukan "pembunuhan yang tepat" yang menargetkan tokoh-tokoh tinggi PA.

Ancaman ini juga mencakup penangkapan terhadap Presiden Abbas.

Ben-Gvir bahkan sesumbar "sel isolasi telah disiapkan" khusus untuk Abbas di Penjara Ketziot, yang terletak di wilayah Israel bagian selatan.

Retorika Ben-Gvir ini mencerminkan sikap keras faksi sayap kanan Israel.

Mereka berupaya untuk menggagalkan segala upaya diplomatik internasional yang mengarah pada solusi dua negara dan pengakuan kedaulatan Palestina.

Tuntutan ini menambah ketegangan politik di kawasan tersebut di tengah gejolak konflik yang berkepanjangan.

Faksi di Gaza Tolak Resolusi PBB

Sementara itu, kelompok Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya di Jalur Gaza secara tegas menolak resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan pembentukan dewan pemerintahan dan pasukan stabilisasi internasional untuk mengambil alih wilayah yang terkepung oleh Israel tersebut.

Faksi-faksi ini menilai resolusi yang dipelopori oleh Amerika Serikat itu sebagai upaya yang merusak "kehendak nasional" Palestina.

Melansir Al Jazeera, faksi-faksi ini menyebutnya sebagai kerangka kerja yang "membuka jalan bagi pengaturan lapangan yang dipaksakan di luar kehendak nasional Palestina".

Penolakan keras ini didasari oleh kekhawatiran resolusi itu akan mengekang hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.

Faksi-faksi di Gaza menyuarakan kekhawatiran pasukan militer internasional yang akan dikerahkan di Gaza "akan berubah menjadi semacam perwalian atau administrasi yang dipaksakan".

Hal ini dinilai akan membatasi hak rakyat Palestina untuk mengurus urusan mereka sendiri.

Faksi-faksi tersebut menuding rencana yang juga didukung oleh sejumlah negara Arab dan dipimpin oleh Donald Trump itu sebagai "bentuk kemitraan internasional yang mendalam dalam perang pemusnahan yang dilancarkan oleh pendudukan (Israel) terhadap rakyat kami".

Mereka mengkritik resolusi DK PBB lantaran mengabaikan serangan harian oleh tentara dan pemukim Israel di Tepi Barat yang diduduki.

Resolusi ini dinilai gagal menyentuh akar permasalahan, seperti pengakhiran pendudukan Israel dan sistem apartheid yang diterapkan.

Walau faksi-faksi di Gaza menolak, namun Otoritas Palestina (PA) justru menyambut baik resolusi tersebut dan menyatakan kesiapan untuk mengimplementasikannya.

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengeluarkan pernyataan yang berterima kasih kepada Trump, yang diperkirakan akan ditunjuk sebagai kepala "dewan perdamaian" yang akan memimpin Gaza.

Meski begitu, situasi di lapangan masih tegang.

Pada Selasa kemarin, serangan udara Israel dilaporkan menargetkan wilayah di timur Khan Younis.

Operasi penggerebekan dan pembongkaran juga dilakukan di timur Kota Gaza.

Kementerian Kesehatan Gaza mengonfirmasi hampir 70.000 warga Palestina tewas.

Sementara lebih dari 170.000 lainnya terluka.

Kondisi itu terjadi akibat serangan Israel sejak pecahnya perang pada bulan Oktober 2023 lalu.

(Tribunnews.com)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved