BPHTB Khusus Prona Masyarakat Tertentu di Beltim Digratiskan Saja, Ini Saran Koko
Anggota Komisi I DPRD Belitung Timur Koko Haryanto angkat bicara terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dinilai memberatkan ba
Penulis: Dedi Qurniawan |
Laporan wartawan Pos Belitung, Dedy Qurniawan
POSBELITUNG.COM, BELITUNG TIMUR - Anggota Komisi I DPRD Belitung Timur Koko Haryanto angkat bicara terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dinilai memberatkan bagi masyarakat yang ikut dalam pembuatan sertifikat tanah dan bangunan gratis atau biasa disebut Prona.
Dia menyarankan agar BPHTB yang muncul pada program sertifikasi pertanahan ini dapat digratiskan khusus untuk masyarakat tertentu, semisal nelayan.
Menurutnya, hal ini penting mengurangi efek permasalahan yang ada.
Lelaki berkepala plontos itu menilai, jika prona bisa dibebaskan dari pajak BPHTB, maka hal penting yang tinggal diatur adalah syarat-syaratnya.
Syarat itu misalnya, objek dan subyek untuk ikut pada program tersebut.
Koko menyarankan, pihak terkait bisa memberikan batasan-batasan yang jelas dari segi kemampuan ekonomi, luasan tanah dan bangunan penerima manfaat prona.
"Jadi diatur inputnya seperti apa sehingga tidak rancu, karena ini menyangkut program yang tidak bisa semua orang ikut, kalau yang berkemampuan ada jalurnya tersendiri melalui pembuatan sertifikat secara umum bukan melalui program," ujar Koko, Selasa (20/12/2016).
Politisi PBB ini mengatakan, saran ini juga sudah ia sampaikan pada rapat yang digelar Komisi I DPRD Belitung Timur, dinas teknis terkait, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Beltim beberapa hari lalu.
Kata dia, BPHTB pada prona grastis memang menjadi bahasan serius pada rapat tersebu.
Rapat itu adalah rapat lanjutan atas persoalan serupa beberapa hari sebelumnya.
Koko mengakui, besarannya BPHTB pada program Prona dinilai cukup memberatkan bagi masyarakat yang ikut program Prona.
Sebagian warga, ujar dia, tidak mengira akan membayar sebesar itu sementara proses pembuatannya sudah berjalan dan bahkan sertifikatnya sudah selesai dibuat oleh BPN.
"Saya pernah mengecek jumlah pembayaran BPHTB beberapa nelayan yang ikut program Prona yang sertifikatnya masih tertahan di BPN, ternyata sungguh besar pajak BPHTB nya," ujarnya.
Koko memperkirakan bahwa keterkejutakan masyarakat terjadi akibat informasi utuh yang belum dipahami oleh masyarakat itu sendiri.
Masyarakat penerima manfaat hanya tahu bahwa Prona tersebut bebas biaya.
"Tentu mereka terkejut dengan adanya pembayaran yang jumlahnya berkisar Rp 2 hingga 5 juta," kata dia. (*)
