Biaya Hidup Termahal di DKI Jakarta, Pengeluaran 1 Warga Ibukota = 4 Warga NTT, Ini Penjelasan BPS
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis daerah-daerah dengan biaya hidup termahal di Indonesia. DKI Jakarta menempati posisi paling atas.
Metode pengumpulan data Data pengeluaran per kapita tersebut berasal dari data Susenas pada Maret 2019 mencakup 320.000 rumah tangga sampel yang tersebar di 34 provinsi dan 514 kabupaten/ kota di Indonesia.
Response rate Susenas Maret 2019 adalah sebesar 99,95 persen atau 319.845 rumah tangga.
Setelah dilakukan pengecekan kelengkapan dan konsistensi data, jumlah sampel yang dinyatakan clean sebanyak 315.672 rumah tangga.
Seluruh rumah tangga sampel ditanyakan mengenai apa yang dikonsumsi oleh seluruh anggota rumah tangga selama seminggu terakhir baik kuantitas maupun uang yang dikeluarkan untuk makanan tersebut.
Baca juga: 3 Olahraga Ini Dianjurkan Untuk Penderita Diabetes Selain Berenang
Rumah tangga juga ditanyakan mengenai besarnya uang yang dikeluarkan untuk barang-barang selain makanan selama sebulan atau setahun terakhir.
Pengumpulan data dari rumah tangga terpilih dilakukan dengan cara wawancara langsung antara petugas pencacah dengan responden.
Keterangan individu dikumpulkan melalui wawancara dengan individu bersangkutan.
Keterangan rumah tangga dikumpulkan melalui wawancara dengan kepala rumah tangga, suami/istri kepala rumah tangga atau anggota rumah tangga yang mengetahui karakteristik yang ditanyakan.
Secara nasional, rata-rata pengeluaran per kapita untuk konsumsi sebulan sebesar 1.165.241 rupiah.
Dibandingkan dengan angka tersebut,sebanyak 20 provinsi memiliki rata-rata pengeluaran yang berada di atas angka nasional.
Provinsi dengan pengeluaran tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta sebesar 2.156.112 rupiah sedangkan yang terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 750.693 rupiah
Sementara itu, persentase rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan sebesar 49,14 persen dan bukan makanan sebesar 50,86 persen.
Hal ini secara langsung mengindikasikan bahwa secara nasional, pangsa pengeluaran pangan adalah sebesar 49,14 persen.
Fenomena pangsa pengeluaran pangan yang kurang dari 50 persen ini mengindikasikan bahwa pengeluaran untuk bukan makanan penduduk Indonesia sedikit lebih besar porsinya dibandingkan untuk makanan.
Wilayah perdesaan dengan pangsa pengeluaran pangan sebesar 55,59 persen, cenderung memiliki ketahanan pangan yang lebih rendah dibandingkan wilayah perkotaan yang pangsa pengeluaran pangannya sebesar 45,90 persen.