Human Interest Story
Dibantu Wabup Belitung, Pasutri Ini Bersyukur Bayinya yang Lahir Tanpa Anus Akhirnya Bisa Dioperasi
Sujono (37) dan Sudiarti (39) hanya bisa pasrah melihatnya anaknya Nicky Fernando yang berusia empat hari lahir dengan kelainan atresia ani.
Penulis: Dede Suhendar |
Menurutnya pihak RSUD Marsidi Judono awalnya sempat meminta pasien dirujuk dengan berbagai alasan.
Ia mengklaim sudah mengonfirmasi ke dokter bedah yang bersedia melakukan operasi tetapi harus mendapat persetujuan dari dokter anastesi.
Namun dokter anastesi tidak bersedia operasi dilakukan di RSUD karena merupakan rujukan Covid-19 dan lainnya.
"Karena keluarga pasien tidak memiliki BPJS Kesehatan maka menempuh jalur praktekelir di RS Utama. Tapi belum ke sana baru berkomunikasi dengan dokter bedah dan berpendapat tidak bisa ditangani di Belitung," jelas Isyak.
Sempat muncul solusi dari RSUD Marsidi Judono mengarahkan agar pasien dibawa ke RSUD Belitung Timur.
Isyak langsung berkoordinasi kepada bupati beserta Direktur RSUD Belitung Timur dan mendapat persetujuan.
Namun lagi-lagi dua orang dokter bedah tidak bersedia melakukan operasi kolostomi pada bayi.
"Masalahnya adalah seluruh rumah sakit menolak sudah dirujuk ke sana-sini. RSUD Marsidi kondisinya dokter bedah bersedia tapi dokter anastesi tidak bersedia, RS Utama justru sebaliknya anastesi bersedia tapi bedahnya tidak, padahal anastesinya sama padahal manajemennya sudah oke," ungkap Isyak prihatin.
"RSUD Beltim, direkturnya setuju tapi dua dokter bedahnya tidak bersedia. Awalnya satu dokter sudah saya lobi setuju tapi semalam bilang tidak setuju akhirnya semuanya batal," sesal Isyak.
Baca juga: Tidak Terbukti Menyalahgunakan BBM Subsidi, Majelis Hakim PN Tanjungpandan Vonis Bebas Fitriawati
Baca juga: Kabar Duka MotoGP, Resmi Valentino Rossi Nyatakan Pensiun, Gantung Helm Mulai Musim Depan
Ia menegaskan di tengah kondisi pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM level IV, merujuk pasien akan menjadi kendala terutama transportasi.
Ditambah kondisi pasien baru berusia empat hari sehingga butuh perhatian ekstra.
Kekecewaan Isyak dilampiaskan dalam sebuah tulisan di akun media sosialnya yang berjudul sedih.
"Kita harus menggunakan akal sehat dan nurani ketika ada seorang bayi mengidap kelainan yang tanpa ditindak secara medis dalam tanda petik akan meninggal dalam waktu 48 jam secara medis walau pun kita bukan Tuhan. Jadi pilih mana dilakukan operasi dengan resiko kematian tapi ada secercah harapan atau hanya diam tanpa berbuat apa-apa," ungkap Isyak.
Menurutnya kejadian tersebut hanya contoh kasus dan dirinya mengingatkan kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Belitung terkait kode etik dokter agar jangan pernah memilih-milih pasien yang gampang dioperasi.
"Ini kita misi kemanusiaan, keluarga harus dijelaskan kondisi terburuknya dan apapun yang terjadi nantinya keluarga harus menerima. Yang kami mau itu emergency action-nya dulu untuk membuat pembuangan sementara, setelah itu selanjutnya kita rujuk ke rumah sakit di luar daerah," katanya.
(Posbelitung.co/Dede Suhendar)