Santri Gontor Meninggal Dianiaya
Hasil Autopsi Santri Gontor yang Tewas, Ada Luka Bekas Pukulan Benda Tumpul
Polres Ponorogo sudah mengamankan sejumlah barang bukti dari olah tempat kejadian perkara (TKP), baik di Rumah Sakit Pondok Gontor
POSBELITUNG.CO -- Jenazah AM (17) santri Pondok Gontor Ponorogo, Jawa Timur autopsi, Kamis (8/9/2022). AM diduga tewas usai dianiaya telah keluar.
Dari autopsi yang dilaksanakan di Palembang menunjukkan adanya luka memar di dada korban akibat benda tumpul.
"Alhamdulillah berjalan dengan lancar selama 6 jam selesai tadi siang dan untuk hasil sementara ataupun kesimpulan sementara, salah satunya adanya ditemukan memar dan bekas pukulan benda tumpul di area sekitar dada," kata AKBP Catur Cahyono Wibowo, Kamis (8/9/2022).
Catur Cahyono enggan menjelaskan apakah luka tersebut yang menyebabkan AM meninggal dunia setelah dianiaya dua seniornya.
Begitu juga darah yang keluar dari jasad AM saat diterima oleh sang Ibu, Soimah.
"(Pendarahan dan penyebab kematian) Saksi ahli yang akan menjelaskan," lanjutnya.
Lebih lanjut, mantan Kapolres Batu tersebut mengatakan, ada tambahan saksi yang telah diperiksa oleh Polres Ponorogo sehingga saat ini total menjadi 20 saksi.
Tambahan saksi di antaranya dua petugas Rumah Sakit Pondok Gontor dan dua pengasuh Pondok Gontor.
Polres Ponorogo sudah mengamankan sejumlah barang bukti dari olah tempat kejadian perkara (TKP), baik di Rumah Sakit Pondok Gontor maupun di tempat perkemahan Kamis Malam Jumat.
Dari situ polisi mengamankan tongkat Pramuka atau pentungan, becak, air mineral, minyak kayu putih, dan rekaman CCTV Pondok Gontor serta Rumah Sakit Pondok Gontor.
Pondok minta maaf
Pondok Modern Darussalam Gontor meminta maaf atas kejadian meninggalnya seorang santri AM, asal Sumatera Selatan.
Noor Syahid mewakili pimpinan Ponpes Gontor memohon maaf kepada keluarga.
"Kami keluarga besar Pondok Modern Darussalam Gontor dengan ini memohon maaf sekaligus berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya almarhum Ananda (AM), khususnya kepada orang tua dan keluarga almarhum di Sumatera Selatan."
"Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa yang berujung pada wafatnya almarhum," kata Noor.
Noor juga meminta maaf apabila selama pengantaran jenazah, keluarga tidak berkenan atas keterbukaan Ponpes Gontor dalam masalah ini.
"Kami juga meminta maaf kepada orang tua dan keluarga almarhum jika dalam proses pengantaran jenazah dianggap tidak jelas dan tidak terbuka."
"Sekali lagi kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya," ujar Noor.
Lebih lanjut, Noor berharap kejadian serupa tidak lagi terjadi di kemudian hari.
"Sebagai pondok pesantren yang konsen terhadap pendidikan karakter anak, tentu kita semua berharap agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari," lanjut Noor.
Kasus Berlanjut
Kendati jenazah AM sudah dimakamkan, kedua orang tua AM memilih untuk tidak tinggal diam.
Menurut informasi yang diberikan Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo, proses penyelidikan dan penyidikan terkait kasus meninggalnya santri Pondok Modern Darussalam Gontor akan tetap dilakukan.
Per hari ini, sebanyak 7 saksi sudah diperiksa, yaitu di antaranya ada dua santri, dua dokter rumah sakit dan tiga pengasuh Pondok.
Dari pemeriksaan para saksi, semuanya sudah mengerucutkan nama.
Dugaan sementara pelaku berjumlah dua orang, yang tak lain adalah kakak senior korban yang sama-sama berasal dari luar Jawa.
Keduanya telah dikeluarkan dari Pondok Pensantren.
Namun demikian, pihak kepolisian menyatakan akan tetap mengawal kasus hukum ini untuk terus berlanjut.
Polisi juga akan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di komplek Pondok Darussalam Gontor Ponorogo untuk mengetahui secara pasti motif dan juga proses penganiayaan itu terjadi.
Dugaan sementara, penganiayaan ini dilakukan karena dipicu oleh kesalahpahaman seusai kegiatan Pramuka.
Sehingga memicu para senior melakukan penganiayaan terhadap junior.
Untuk diketahui, korban kelas 5 Pondok atau di setara kelas 2 SMA.
Para pelaku kabarnya adalah senior mereka, yakni setara kelas 3 SMA.
Sebelumnya Pondok Modern Darussalam Gontor mengeluarkan pernyataan resmi wafatnya santri AM dari Palembang, Sumatera Selatan pada Senin (22/8/2022) lalu.
Dalam surat pernyataan tersebut PMDG mengakui adanya dugaan penganiayaan hingga AM meninggal dunia.
Untuk itu, pihak pimpinan pondok telah mengeluarkan santri-santri tersebut.
Santri-santri tersebut langsung dikeluarkan dan dikembalikan kepada orang tua pada hari yang sama saat AM meninggal dunia, yaitu pada Senin 22 Agustus 2022.
Kapolres Ponorogo, AKBP Catur Cahyono Wibowo memastikan bahwa pihak Ponpes Gontor sangat kooperatif dalam pengusutan kasus tersebut.
"Tidak ada pengaburan barang bukti, TKP (Tempat Kejadian Perkara) masih ada, barang bukti masih ada," kata Catur dikutip dari Surya.co.id.
Catur juga mengatakan kemungkinan jumlah saksi akan bertambah apabila olah TKP dilakukan
"Untuk saksi kemungkinan akan bertambah lagi, karena rangkaiannya ada beberapa titik," jelas Catur.
Catur memastikan Polres Ponorogo akan mengusut tuntas kasus penganiyaan tersebut hingga penyidikan dan segera menaikkan ke tahap selanjutnya.
Soimah Memohon Keadilan
Berikut tulisan Soimah, ibunda dari santri gontor yang meninggal dunia diduga akibat penganiayaan.
Tulisan ini dikutip dari media sosial facebook Soimah:
Saya selaku Umi dari Albar Mahdi siswa kelas 5i Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo asal Palembang mohon keadilan kepada semua pihak agar bisa membantu saya.
Sungguh miris, tragis dan menyakitkan hati saya dan keluarga tidak ada kabar sakit atau apapun itu dari anak saya tiba-tiba dapat kabar dari pengasuhan Gontor 1 telah meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2022 pukul 10.20.
Padahal di surat keterangan yang kami terima meninggal pukul 06.45 WIB , ada apa! rentang waktu itu menjadi pertanyaan keluarga kami.
Karena mendengar berita itu kami sock dan tidak bisa berpikir apa2 yang kami harap adalah kedatangan ananda ke Palembang, meskipun hanya tinggal mayat.
Akhirnya, almarhum tiba di Palembang pada Selasa siang, 23 Agustus 2022 diantar oleh pihak Gontor 1 dipimpin ustad Agus, itupun saya tidak tahu siapa ustad Agus itu hanya sebagai perwakilan.
Dihadapan pelayat yang memenuhi rumah saya disampaikan kronologi bahwa anak saya terjatuh akibat kelelahan mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum).
Apalagi anak saya dipercaya sebagai Ketua Perkajum, mungkin alasan itu bisa kami terima bila sesuai dengan kenyataan kondisi mayat anak saya.
Tetapi karena banyak laporan2 dari wali santri lainnya bahwa kronologi tidak demikian, kami pihak keluarga meminta agar mayat dibuka.
Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya demikian, begitu juga dengan keluarga.
Amarah tak terbendung kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima.
Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan pihak rumah sakit sudah siap melakukan otopsi.
Namun, setelah didesak pihak dari Gontor 1 yang mengantar jenazah akhirnya mengakui bahwa anak saya meninggal akibat terjadi kekerasan.
Saya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan saya telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang nota bene nomor satu di Indonesia.
Setelah ada pengakuan telah terjadi tindak kekerasan di dalam pondok saya memutuskan untuk tidak jadi melakukan otopsi agar anak saya segera bisa dikubur, mengingat sudah lebih dari satu hari perjalanan dan saya tidak rela tubuh anak saya diobrak-abrik.
Keputusan saya untuk tidak melanjutkan ke ranah hukum pada saat itu didasari banyak pertimbangan.
Karena itu kami membuat surat terbuka yang intinya ingin ketemu sama Kyai di Gontor 1, pelaku dan keluarganya untuk duduk satu meja ingin tahu kronologis hingga meninggalnya anak kami.
Tapi sampai saya membuat tulisan ini, Rabu 31 Agustus 2022 belum ada kabar atau balasan dari surat terbuka tersebut padahal kami selaku keluarga korban.
Saya tidak ingin perjuangan anak saya Albar Mahdi siswa Kelas 5i Gontor 1 Ponorogo sia-sia. Jangan lagi ada korban-korban kekerasan bukan hanya di Gontor tetapi di pondok lainnya hingga menyebabkan nyawa melayang, tidak sebanding dengan harapan para orang tua dan wali santri untuk menitipkan anaknya di sebuah lembaga yang dapat mendidik ahlak para generasi berikutnya.
Semoga tulisan ini membuka mata masyarakat bahwa memperjuangkan kebenaran dibutuhkan keberanian.
Dari saya, Soimah wali santri Albar Mahdi bin Rusdi yang masih berharap ini hanya MIMPI dan merasa anak saya belum pulang menimba ilmu. Palembang, 31 Agustus 2022. (Posbelitung.co/khamelia)
