Formappi Kritik MKD DPR, Nafa Urbach, Sahroni, Eko Patrio Cs Lolos dari Pemecatan

Hanya Sahroni yang mendapat skorsing paling tinggi, yakni hingga enam bulan tanpa gaji dan tunjangan.

Editor: Alza
Kolase Tribunnews
DINONAKTIFKAN - Kolase foto Ahmad Sahroni (kiri) dan Nafa Urbach. Dua orang ini dinonaktifkan sebagai Anggota DPR RI oleh Ketum Nasdem Surya Paloh. 

Ringkasan Berita:
  • Formappi kritik lima Anggota DPR cuma dapat sanksi ringan
  • Sahroni cs lolos dari pemecatan sebagai anggota dewan
  • MKD DPR dituduh melindungi teman sendiri dan sidang dinilai sangat singkat
 

POSBELITUNG.CO - Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, Eko Patrio, dan Adies Kadir lolos dari pemecatan sebagai Anggota DPR RI.

Mereka hanya diberi sanksi skorsing sebagai wakil rakyat.

Hanya Sahroni yang mendapat skorsing paling tinggi, yakni hingga enam bulan tanpa gaji dan tunjangan.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terhadap lima anggota DPR nonaktif sudah bisa ditebak sejak awal.

Menurutnya, keputusan tersebut lebih menunjukkan upaya MKD melindungi rekan separtai ketimbang menegakkan kehormatan lembaga legislatif.

“Saya kira keputusan MKD memang sudah bisa diduga sebelumnya. Dari awal sudah tampak arah putusannya,” ujar Lucius kepada wartawan, Rabu (5/11/2025).

Lucius menilai keputusan MKD yang tidak memberikan sanksi kepada Uya Kuya dan Adies Kadir, serta hanya menjatuhkan hukuman nonaktif sementara kepada Eko Patrio, Nafa Urbach, dan Ahmad Sahroni, menjadi bukti lemahnya komitmen MKD menjaga marwah DPR.

Menurutnya, kode etik seharusnya menjadi pedoman untuk menjaga wibawa parlemen, bukan alat untuk menilai apakah ada pihak yang dirugikan atau tidak.

Ia menyimpulkan bahwa keputusan MKD lebih mencerminkan solidaritas internal antaranggota DPR daripada penegakan etika yang sesungguhnya.

“Keputusan ini tampak dibuat untuk menyelamatkan teman sendiri, bukan untuk menjaga kehormatan DPR,” tegas Lucius.

Lucius juga menyoroti proses sidang MKD yang dinilai terlalu cepat dan tidak memberikan ruang pembelaan bagi para anggota yang terlapor.

Dalam satu hari, MKD langsung menggelar sidang dengan menghadirkan saksi, kemudian keesokan harinya langsung membacakan putusan tanpa memberi kesempatan pembelaan.

“Seharusnya ada waktu bagi anggota DPR yang terlapor untuk menyampaikan pembelaannya,” kata Lucius.

Selain itu, ia juga mengkritik absennya pakar etik independen dalam proses persidangan.

Menurutnya, kehadiran ahli objektif sangat penting untuk memberikan pandangan yang netral terhadap dugaan pelanggaran etika.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved