Pos Belitung Hari Ini

Bisnis Seksi Si Meja Goyang di Belitung Timur, Satu Meja Habiskan Rp100 Juta

Sedikitnya 20 meja goyang beroperasi di pinggir jalan raya melewati jembatan Sungai Manggar sampai dengan Pasar Sukamandi, Belitung Timur.

Editor: Novita
Dokumentasi Posbelitung.co
Pos Belitung Hari Ini, Senin 11 September 2023 

POSBELITUNG.CO, BELITUNG - Bising mesin terdengar dari pinggir jalan raya di Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Suara itu berasal dari aktivitas alat yang dioperasikan seorang pria yang pada satu tangannya memegang kuas.

Di depannya terdapat kotak segi empat yang bergoyang dan beraktivitas mirip saringan. Meja goyang, begitulah sebutan masyarakat terhadap alat yang dioperasikan Tino (39).

Mesin ini memisahkan timah dari mineral ikutan dan pasir setelah ditambang. Setidaknya ayah tiga anak itu sudah tujuh tahun menjadi operator meja goyang.

Tidak hanya Tino, meja goyang juga dioperasikan puluhan warga di Kecamatan Damar. Sedikitnya 20 meja goyang beroperasi di pinggir jalan raya melewati jembatan Sungai Manggar sampai dengan Pasar Sukamandi.

Keberadaannya juga tidak jauh dari permukiman warga. Tino mengaku mulai bekerja setelah ada penambang timah yang datang kepadanya. Pasir timah itu yang kemudian diolah hingga siap jual.

Kata Tino, transaksi di meja goyang bisa berupa upah goyang atau sekaligus membeli timah yang diserahkan penambang.

Hanya saja, Tino menyebut saat ini kondisinya sedang sepi. Hal itu seiring razia yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap para penambang.

"Kalau kita pembeli ini kan aman, paling penambang yang di bakau dan liar, tapi terkadang kalau ada razia gudang kita (meja goyang) tutup semua, tapi jarang, paling setahun itu sekali," kata Tino, Rabu (6/9/2023).

Serupa disampaikan Faizal (28), operator meja goyang di kecamatan yang sama. Bekerja sejak 2014, awalnya Pijay, sapaan akrabnya, mengoperasikan meja goyang di Kecamatan Gantung.

Kemudian dia pindah ke Damar dan bekerja dengan bos bernama Asui, warga Kecamatan Damar, Manggar, Belitung Timur.

"Sekarang kita tidak terlalu banyak dapat barangnya. Sedang razia, minggu-minggu ini. Senin kemarin baru mulainya," kata Pijay.

"Awalnya sih razia penambang, tapi ujung-ujungnya ke meja goyang, enggak tahu kenapa meja (goyang) kena juga," lanjutnya.

Modal Rp100 juta

Meja goyang digerakan dinamo 10 ampere yang menggunakan tenaga listrik. Getaran yang dihasilkan meja ini membuat timah terpisah dari mineral ikutan lain dan pasir.

Sebelumnya ada semacam corong yang menjadi tempat masuk pasir dari hasil aktivitas para penambang yang dibawa ke meja goyang.

Asui (30), bos Pijay, mengaku meja goyang dibeli di Sungailiat, Kabupaten Bangka seharga Rp75 juta. Pria asal Jebus, Kabupaten Bangka Barat itu menyebut tidak ada yang memproduksi meja goyang di Pulau Belitung.

"Rp75 juta itu dulu, sekarang Rp55 juta, kan di Sungailiat produksinya, di Belitung tidak ada jualnya, yang buat Ahin namanya," kata Asui saat ditemui Bangka Pos Group di sebuah bangunan mirip gudang, tidak jauh dari meja goyang yang dioperasikan Pijay, Kamis (7/9/2023).

"Kalau modal keseluruhan sama tempatnya, Rp100 juta ngeluarin uang, lebih tipis-tipis lah, kalau modal kita bisa mitra sama bos," lanjut pria yang mengaku baru satu tahun memiliki meja goyang.

Asui datang ke Beltim sekitar 15 tahun yang lalu. Bermula dari penambangan, dia akhirnya menikahi warga setempat dan menetap di Beltim.

Menurut Asui, meja goyang lebih praktis dan kadar timah yang dihasilkan lebih akurat serta lebih bersih ketimbang menggunakan cara atau metode lainnya.

Saat ini usaha meja goyang yang dilakukan Asui sedang sepi karena banyak pesaing yang bermunculan di sekitar Kecamatan Damar, tidak seperti dulu bisa menggoyang timah dua hingga tiga ton per minggunya.

Saat ini, untuk mendapatkan timah satu ton Asui perlu membuka layanan meja goyang selama satu minggu. Sementara keuntungan terkecil yang diperoleh Asui mencapai Rp5 juta sampai Rp10 juta per bulan dalam keadaan bersih sudah dipotong gaji dan operasional.

Tak bisa berizin

Plt Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Perdagangan (DPMPTSPP) Kabupaten Belitung Timur, Harli Agusta mengatakan meja goyang bukan hal yang baru terjadi dan sudah marak mulai dari beberapa tahun lalu.

Katanya, meja goyang digunakan sebagai alat memurnikan timah atau yang disebut oleh orang setempat untuk menaikkan OC atau SN timah.

"Semacam meja bergoyang yang sebenarnya teknologi yang sudah dilakukan oleh perusahaan tambang dari zaman dulu, cuma sekarang lebih sederhana lagi, karena kapasitasnya sedikit kan," kata Harli, Kamis (7/9/2023).

Dalam jenisnya, menurut Harli Agusta meja goyang merupakan kegiatan pemurnian dan kegiatan pertambangan seperti itu dulunya harus ada IUP Operasi Kegiatan Khusus (OPK).

IUP OPK pemurnian ini biasanya dilengkapi dengan kegiatan smelting sehingga ada dua kegiatan pertambangan yakni, pemurnian dan peleburan timah.

"Tidak ada term (ketentuan) lain setelah itu, jadi dalam hal ini bisa dikatakan (meja goyang) mau dimasukkan ke dalam jenis kategori izin apa pun itu tidak bisa," jelasnya.

Selain itu, persoalan lain yang menyebabkan meja goyang sulit berizin ialah masalah letak lokasi yang tidak masuk di dalam IUP.

"Kalau lokasi di dalam IUP maka tanggung jawab pemegang IUP, itu masih memungkinkan untuk semacam kegiatan penambangan, tapi kalau di luar IUP dikatakan ilegal," tuturnya.

Harli Agusta menegaskan, aktivitas meja goyang bisa menjadi legal apabila letak lokasinya berada di dalam IUP dan penanggungjawabnya pemilik IUP.

Ketentuan lain agar aktivitas meja goyang bisa legal adalah dengan cara mengubah undang-undang dan Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) agar di dalamnya ada kegiatan pemurnian sederhana timah.

Pemurnian sederhana timah yang dimaksud adalah yang dilakukan oleh masyarakat berupa meja goyang, tapi hal tersebut sebenarnya tidak mungkin karena harus ada kontrol produksi dan hal itu tidak bisa dilakukan masyarakat.

"Jadi meja goyang tidak bisa legal, belum lagi dampak lingkungan hidupnya, didirikan di sekitar pemukiman, itu kan, dipastikan yang ada di sini ilegal semua, segala sesuatu yang tidak memiliki izin, itu ilegal," tegasnya.

Diminta masuk IUP

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Belitung Timur (DLH Beltim) Novis Ezuar mengetahui belum ada satu meja goyang pun yang memiliki izin.

Artinya, ketika aktivitas meja goyang tidak memiliki izin usaha, maka terkaitnya dengan persetujuan lingkungannya juga bisa dipastikan tidak ada.

"Oleh karena itu, kami sendiri kalau mereka tidak memproses persetujuan izin lingkungannya. automatis kami tidak punya data (jumlah) itu, terkait keberadaannya," kata Novis Ezuar, Jumat (8/9/2023).

Sejauh ini, Novis Ezuar hanya mengetahui keberadaan meja goyang yang ada di pinggir-pinggir jalan dan dekat dengan permukiman.

Novis Ezuar mengatakan, pada tahun 2021 pemerintah sudah melayangkan surat bupati ke seluruh kepala desa dan camat agar tidak memberikan izin atau persetujuan atas kegiatan meja goyang.

Kepala desa dan camat sudah diundang dan mendengarkan langsung pemaparan dari peneliti BATAN tentang penelitian radioaktif meja goyang tahun 2019.

"Terkait dengan meja goyang, DLH selama mereka tidak mengurus izin itu kita juga tidak memberikan rekomendasi untuk persetujuan izinnya," jelasnya.

Novis Ezuar berharap, kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk menegur atau menertibkan kegiatan usaha aktivitas meja goyang yang tidak berizin.

Sementara itu, peran DLH Beltim lebih condong ke perizinan-perizinan yang sudah diatur dan diurus, termasuk pembinaan terhadap perusahaan mengenai lingkungan.

DLH tidak menentang keberadaan meja goyang, hanya saja yang bermasalah adalah letaknya yang berada di permukiman warga.

Maka itu, pada surat bupati yang pernah diterbitkan pada tahun 2021 tidak pernah ditulis melarang, tapi meminta agar dipindahkan ke area yang masuk ke dalam wilayah IUP dan jauh dari permukiman.

"Kenapa kita minta mereka masuk ke dalam IUP, agar mereka mempunyai penanggungjawabnya, yaitu si pemilik IUP, kalau di permukiman kan tidak tahu siapa penanggungjawabnya, dan secara tata ruang juga itu sudah pasti melanggar, karena kegiatan itu bagian dari kegiatan usaha pertambangan, proses pengolahan timah," jelasnya.

10 Menit bisa olah 10 kg pasir timah

Meja goyang di Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendapat pasokan pasir timah dari penambang di sekitar wilayah tersebut.

Pasir timah itu bisa dibeli Ketika sudah bersih dari siap jual. Bisa juga operator meja goyang hanya mengambil upah dari pengolahan pasir timah tersebut.

"Kalau jasa goyang kan per kilogram Rp1.000 kan, terus nanti sudah bersih dijual di sini, jadi timahnya masuk ke kita, jasa kita itu goyang terus beli timahnya, tapi ada juga yang cuma mau pakai jasa goyang saja, cuma kebanyakan langsung jual ke kita," kata Tino (33), seorang operator meja goyang di Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Rabu (7/9/2023).

Tino menyebut waktu yang dibutuhkan untuk mengolah pasir timah hingga siap jual itu tergantung dari kualitas pasir timah dan jumlahnya.

"Kalau halus lambat tapi kalau kasar cepat, rata-rata 10 menit setiap lima kilogram," ujarnya.

Begitu juga untuk harga beli timah. Tino menyebut semakin tinggi kadar OC atau SN, maka semakin tinggi pula harganya.

"Kebanyakan OC yang dijual ke sini 60 lebih, daripada banyak terbuang, jadi lebih baik ambil banyak," kata Tino.

"Sekarang kalau kita beli untuk kadar Ose 72 Rp200 ribu per kilogram," ujarnya.

Saat ini, Tino mengaku tidak banyak mendapat pasir timah untuk digoyang. Belakangan ini, satu hari Tino Cuma goyang 40 kilogram timah. Berbeda dengan dulu yang bisa sampai hingga ratusan kilogram.

"Paling banyak saya pernah goyang timah sebanyak 10 ton lebih, itu dari pagi jam delapan sampai jam tiga sore, untuk satu itu saja, tidak menerima orang lain," kata Tino yang karena sepi penambang yang membawa timah kini lebih sering mengoperasikan meja goyang mulai pukul 16.00 sampai pukul 21.00 WIB.

"Kalau ada orang saja mesin dinyalakan," ujarnya.

Serupa disampaikan Faizal (28), operator meja goyang lainnya. Rata-rata, kata Faizal, ada 50 kg pasir timah yang digoyangnya. Paling banyak, pria yang akrab disapa Pijay itu menggoyang 80 kg pasir timah.

"Makanya aku sendiri inisiatif minta digaji Rp1.000.000 per minggu, karena kalau ambil fee per kilogram cuma sedikit, banyak meja soalnya di sini," kata Pijay.

Dijual ke kolektor

Tino mengatakan timah bersih yang mereka peroleh dari hasil pengolahan meja goyang dijual ke kolektor yang ada di Beltim. Ada juga yang ke kolektor lain di Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, serta smelter-smelter.

"Smelter ini kan cuma mau timah bersih punya kita yang sudah digoyang, baru dijual ke smelter," kata Tino.

"Kalau OC 72 kita jual Rp200 ribu, kalau kita belinya seratus ribuan, ambil ujung-ujung sedikit lah," lanjutnya.

Berbeda dengan Pijay yang bekerja dengan Asui. Menurutnya, penjualan timah bersih hasil meja goyang tergantung Asui.

"Bang Asui ini punya ipar namanya Joni yang kolektor. Jadi dia sering jual ke Joni. Tapi pernah sih Bang Asui jual ke pengepul lain selain Bang Joni, tapi itu kalau harganya lebih bagus," kata Pijay yang juga menyebut penjualan ke kolektor itu dilakukan sekitar satu kali dalam satu minggu.

"Semua kolektor timah emang kayak gitu," ujarnya.

Pun Asui mengakui menjual timah hasil olahan meja goyang ke pihak lain yang disebutnya sebagai bos kedua.

"Modal juga kita bisa mitra sama bos," kata Asui.

(Posbelitung.co/w6/v1)

Sumber: Pos Belitung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved