Berita Pangkalpinang

Hakim Takdir Beda Pendapat Dalam Kasus Korupsi Lahan Transmigrasi Jebus

Hakim Anggota I yaitu Takdir mempunyai pendapat atau pandangan yang berbeda atas putusan perkara atau dakwaan terhadap lima terdakwa

Penulis: Sepri Sumartono |
Bangka Pos / Sepri
Terdakwa Korupsi Lahan Transmigrasi Jebus, Hendri, Ansori dan Ariandi Permana ketika mendengarkan amar putusan di Ruang Garuda Pengadilan Negeri Pangkalpinang. 

POSBELITUNG.CO, BANGKA - Enam terdakwa perkara korupsi lahan transmigrasi Desa Jebus Kabupaten Bangka Barat, Slamet Taryana, Ridho Firdaus, Elyna Rilnamora Purba, Hendri, Ansori dan Ariandi Permana alias Bom Bom telah dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang.

Namun, amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang yang sempat ditunda selama satu pekan atau satu agenda persidangan terjadwal tersebut ditentukan melalui suara terbanyak, dalam artian bukan keputusan yang bulat atas dasar pendapat yang sama.

Hal itu dikarenakan, Hakim Anggota I yaitu Takdir mempunyai pendapat atau pandangan yang berbeda atas putusan perkara atau dakwaan terhadap lima terdakwa, yakni Slamet Taryana, Ridho Firdaus, Elyna Rilnamora Purba, Hendry dan Ariandi Permana alias Bom Bom.

Sementara itu, Takdir menyatakan pendapat yang sama dengan hakim lainnya mengenai putusan perkara terdakwa Ansori.

Perbedaan pendapat Hakim Takdir tersebut ada pada unsur melawan hukum soal penerbitan sertifikat sebanyak 105 sertifikat di luar 68 kepala keluarga (KK) dan unsur kerugian keuangan negara.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sesuai alat bukti yang didapatkan melalui persidangan, Hakim Takdir berpendapat bahwa yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan 105 sertifikat di luar 68 KK adalah pihak-pihak dari BPN Bangka Barat.

"Saya berpendapat bahwa yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan 105 sertifikat di luar 68 KK adalah pihak-pihak dari BPN Bangka Barat, bukan terdakwa Slamet Taryana, Ridho Firdaus dan Elyna Rilnamora Purba," kata Hakim Takdir saat membacakan Dissenting Opinion, Selasa (5/12/2023).

Satu di antara pertimbangan Hakim Takdir terkait perbuatan melawan hukum tersebut adalah dalam hal ini yang mempunyai niat (mensrea) untuk menambah sertifikat di luar 68 KK adalah Ansori bukan Slamet Taryana, Ridho Firdaus, Elyna Rilnamora, Hendri dan Ariandi Permana.

"Dengan alasan, bahwa Ansori pada saat berkenalan dengan terdakwa lainnya mengaku sebagai pegawai BPN Bangka Barat dan bisa membantu serta bisa berhubungan langsung dengan orang-orang BPN," jelasnya.

Lalu terkait unsur lainnya, Hakim Takdir berpendapat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sesuai alat bukti yang didapatkan saat persidangan meyakini bahwa tidak ada kerugian keuangan negara.

"Apabila keterangan ahli Tri Wahyuni dihubungkan dengan surat tuntutan penuntut umum, maka saya meyakini tidak ada kerugian keuangan negara dalam perkara ini karena 105 sertifkat tersebut telah dilakukan pemblokiran oleh Kantor Pertanahan Bangka Barat tanggal 2 Desember 2022," tegasnya.

Kemudian, pada lembar terakhir lampiran Dissenting Opinion Hakim Takdir tertulis, membebaskan terdakwa yang benar-benar tidak bersalah adalah sama mulianya dengan menjatuhkan pidana kepada terdakwa yang terbukti bersalah.

(Bangkapos.com/Sepri Sumartono)

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved