Berita Belitung Timur

Begini Pandangan Akademisi UBB Tentang Naiknya Angka Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Akademisi Ilmu Sosial UBB, Luna Febriani menilai kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak dapat dipungkiri mengalami peningkatan.

Penulis: Sepri Sumartono | Editor: Novita
ISTIMEWA
Akademisi sekaligus dosen sosiologi Universitas Bangka Belitung, Luna Febriani 

POSBELITUNG.CO, BELITUNG - Akademisi Ilmu Sosial Universitas Bangka Belitung (UBB), Luna Febriani menilai kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak dapat dipungkiri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. 

Secara nasional, dari data yang dilansir Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan sebesar 12 persen di tahun 2023 atau sebesar 55.920 kasus peningkatan dibandin tahu 2022. 

Sementara itu, data yang didapat dari KemenPPPA, jumlah kekerasan terhadap anak di tahun 2025 mencapai 15.120 kasus.

Jumlah ini juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, dan kasus dominannya adalah kekerasan seksual. 

Di tingkat lokal Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sendiri, dari data yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA) Provinsi Babel, menunjukkan peningkatan dalam kasus kekerasan terhadap anak di Bangka Belitung pada tahun 2023. 

Selama tahun 2022 terdapat kasus kekerasan anak dan perempuan sebesar 200 kasus, sementara di tahun 2023 sebanyak 249 kasus. 

Baca juga: Angka Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Naik, Dinsos P3A Belitung Timur Gencarkan Edukasi

Perlu menjadi perhatian, jumlah kasus ini tidaklah mutlak. Karena tidak menutup kemungkinan jumlah ini dapat lebih besar, mengingat adanya kasus-kasus kekerasan seksual yang belum atau tidak dilaporkan karena ada pertimbangan tertentu hingga ketakutan dari korban kekerasan. 

Mengingat tren peningkatan jumlah kekerasan terhadap anak dan perempuan ini, belum lagi jumlah kasus-kasus yang tidak dilaporkan, maka perlu ada adanya intervensi solusi terhadap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. 

Terlebih dampak yang dilahirkan dari kekerasan terhadap anak dan perempuan, tidak main-main.

Mulai dari luka atau cedera fisik, gangguan psikis dan perkembangan otak/syaraf, terbangun kepribadian yang cenderung negative hingga kematian.

Oleh sebab itu, sudah seharusnya ada intervensi. Adapun intervensi dalam kasus ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. 

Pertama, dengan cara sosialisasi dan edukasi serta kampanye publik guna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, baik level individual, sosial, maupun institusional. 

Kadang, kesadaran masyarakat yang peduli akan kekerasan terhadap anak dan perempuan belum tergugah kerap disebabkan karena belum adanya informasi, wawasan hingga pengetahuan masyarakat kita tentang hal tersebut. 

Maka, melakukan intervensi dengan agenda ini menjadi langkah awal untuk membekali masyarakat agar menimbulkan kesadaran dalam mencegah kekerasan yang terjadi.

Baca juga: 36 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Belitung Timur pada 2024, Naik Tapi Tak Signifikan

Kedua, hal yang diperlukan lagi adalah pemberian perlindungan baik secara fisik maupun psikis terhadap korban kekerasan itu sendiri. 

Pemberian perlindungan dapat dilakukan dengan cara memberikan bantuan pendampingan dan konseling terhadap korban dan juga keluarga korban. 

Pemberian bantuan pendampingan dan konseling ini dapat membantu memulihkan dan menguatkan korban dan keluarga, serta korban mengetahui upaya dan langkah apa yang dapat diambil pasca mengalami kekerasan. 

Lebih lanjut, intervensi juga dapat dilakukan dengan cara membangun pusat krisis yang terintegrasi pada layanan kesehatan fisik, psikis dan lainnya, sehingga ada upaya pemulihan korban yang jelas. 

Ketiga, yang tidak kalah penting adalah bentuk intervensi pemberian perlindungan hukum bagi korban kekerasan. 

Perlindungan hukum yang pro korban menjadi penting karena dapat memberikan rasa aman dan menghilangkan ketakutan serta menimbulkan keadilan dan kejelasan bagi korban. 

Selain itu, upaya yang tak kalah penting dalam agenda pemberian perlindungan hukum bagi korban, adalah meningkatkan kapasitas penegak hukum dalam proses penanganan kasus yang dilaporkan korban, terutama dalam kapasitas berhadapan dengan korban kekerasan seksual. 

Jangan sampai ketika ada korban yang melaporkan, justru korban yang cenderung disalahkan atau korban justru menjadi korban kekerasan selanjutnya dari aparat penegak hukum, seperti kasus yang baru-baru ini terjadi. 

Kapasitas keberpihakan terhadap korban perlu diperhatikan dalam hal ini. 

"Dengan adanya jaminan dan perlindungan hukum bagi korban ini, dapat memberikan kejelasan dan keamanan bagi korban. Sehingga, dapat memperkecil kasus kekerasan yang tidak dilaporkan atau bisa jadi mengurangi kasus kekerasan itu sendiri," kata Luna Febriani, Selasa (13/8/2024).

(Posbelitung.co/Sepri Sumartono)

Sumber: Pos Belitung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved