Kasus Korupsi Timah

Pengakuan Bos Sriwijaya Hendry Lie, Bukan Pemilik Smelter PT TIN dan 3 Perusahaan Boneka Timah

Dia membantah terlibat dalam pembentukan sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan PT Tinindo Inter Nusa (TIN).

Editor: Alza
Kolase Tribunnews.com
EKSEPSI - Bos timah Hendry Lie ditangkap Kejagung setelah buron tujuh bulan di Terminal 2F Bandara Soekarno Hatta, Senin (18/11/2024) malam. Hendry Lie mengajukan eksepsi atau pembelaan, Senin (3/2/2025). 

POSBELITUNG.CO - Hendry Lie melakukan pembelaan atas tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung pada dirinya.

Dia membantah terlibat dalam pembentukan sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan PT Tinindo Inter Nusa (TIN).

Hal itu tertuang dalam eksepsi atau nota pembelaan Hendry Lie yang dibacakan kuasa hukumnya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).

Komisaris maskapai Sriwijaya Air, itu mengaku tidak bertanggung jawab atas kerja sama perusahaan smelter timah swasta, PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN), dengan PT Timah Tbk.

Pengacara Hendry Lie mengeklaim, kliennya bukanlah pemegang saham PT TIN sebagaimana dakwaan jaksa. 

“Terdakwa bukan pemegang saham dalam PT Tinindo Internusa sehingga terdakwa tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan perjanjian tersebut,” kata pengacara Hendry Lie.

Sehingga, jaksa tidak bisa meminta pertanggungjawaban hukum yang dituduhkan terhadap PT TIN kepada Hendry Lie karena bukan pemegang saham ataupun beneficial ownership (pemegang manfaat). 

Selain itu, dalam keberatannya, Hendry Lie juga membantah terlibat atau menyetujui pembentukan CV Bukti Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, dan CV Semar Jaya Perkasa.

Ketiganya disebut sebagai perusahaan boneka yang terafiliasi PT TIN dan digunakan untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal yang mengambil timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

“Faktanya, terdakwa tidak pernah mengetahui keberadaan dari CV-CV tersebut.

Terdakwa juga tidak pernah membeli bijih timah yang dikumpulkan oleh CV-CV tersebut,” tutur pengacara.

Hendry Lie juga membantah PT TIN menerima aliran dana dari sejumlah perusahaan boneka tersebut.

Berdasarkan hal ini, Hendry Lie membantah pihaknya terlibat dalam penambangan, pembelian, ataupun pengumpulan bijih timah.

“Terdakwa juga sama sekali tidak terlibat dalam pembentukan perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT Tinindo Inter Nusa,” kata pengacara.

Dalam perkara ini, Hendry Lie didakwa terlibat dalam korupsi pada tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp 300 triliun bersama-sama Harvey Moeis dan terdakwa lain.

Jaksa menyebutkan, Hendry Lie melalui PT TIN telah diperkaya Rp 1.059.577.589.599,19 (Rp 1 triliun).

Karena perbuatannya, Hendry didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana.

Sebelumnya Hendry Lie telah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendry Lie dituduh memperkaya diri sendiri Rp1,059 triliun.

Harvey Moeis kembali disebut-sebut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Nama suami artis Sandra Dewi itu disebutkan dalam dakwaan jaksa mengenai pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar 500 USD sampai dengan 750 USD per ton.

“Memperkaya terdakwa Hendry Lie melalui PT Tinindo Inter Nusa setidak-tidaknya Rp1.059.577.589.599.19,” kata JPU membacakan dakwaan di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).

Selain itu JPU juga menyatakan terdakwa Hendry Lee dalam perkara tersebut telah memerintahkan Rosalina dan Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani surat penawaran PT Tinindo Inter Nusa terkait kerja sama sewa alat processing Timah kepada PT Timah bersama smelter swasta lainnya.

“Antara lain PT RBT, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa dan PT Stanindo Inti Perkasa yang diketahuinya smelter-smelter swasta tersebut tidak memiliki CP dan format surat penawaran kerja sama sudah dibuatkan oleh PT Timah,” kata JPU. 

Jaksa juga menyebutkan Hendry Lie memerintahkan Fandy Lingga mewakili PT Tinindo Internusa menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Pangkalpinang dengan Mochtar Rizal Pahlevi selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Alwin Albar selaku Direktur Operasional PT Timah Tbk dan 27 pemilik smelter swasta.

Pertemuan tersebut kata jaksa membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut.

Karena biji timah yang diekspor oleh smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah.

“Terdakwa Hendry Lee bersama-sama Fandy Lingga dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa menerima pembayaran atas kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dari PT Timah yang diketahuinya bahwa pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga,” jelas jaksa. 

Di persidangan jaksa juga mendakwa Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar 500 USD sampai dengan 750 USD per ton.

Seolah-olah dicatat sebagai CSR dari smelter swasta yaitu CV venus Inti Perkasa, PT. Sariwiguna Bina Sentosa, PT. Stanindo Inti Perkasa, dan PT. Tinindo Internusa. 

“Terdakwa Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Internusa mengetahui dan menyepakati tindakan Harvey moeis bersama smelter swasta lainnya yaitu CV venus Inti Perkasa, PT. Sariwiguna Bina Sentosa, PT. Stanindo Inti Perkasa, dan PT. Tinindo Internusa dengan PT. Timah melakukan negosiasi dengan PT. Timah terkait dengan sewa smelter swasta.

Sehingga kesepakatan harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian yang memadai atau mendalam,” jelas jaksa. 

Atas perkara ini jaksa mendakwa Hendry Lie merugikan keuangan negara dalam perkara tersebut sebesar Rp300 triliun berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara perkara dugaan tindak pendana korupsi tata niaga komoditas timah.

Pada wilayah izin usaha pertambangan IUP PT Timah tahun 2015 sampai dengan tahun 2022 dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia.

Atas hal itu Hendry Lie didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.

Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.

Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

(Tribunnews.com)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved