Chusnul Khotimah Auditor BPKP Buat Tom Lembong Masuk Penjara, Dilaporkan ke Ombudsman

Chusnul Khotimah adalah Auditor BPKP yang menyatakan Tom Lembong merugikan negara berdasarkan hasil audit.

Editor: Alza
Kolase Tribun Medan/Istimewa
SAKSI TOM LEMBONG - Potret Chusnul Khotimah (kiri). Dia adalah Auditor Ahli Pertama di BPKP, lulus seleksi administrasi pada tahun 2024 dan menjadi saksi ahli dalam sidang Tom Lembong, menyatakan ada kerugian negara dari kebijakan impor gula. 

Tom dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal ini mengatur korupsi dalam bentuk perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi negara.

Setelah sembilan bulan dipenjara dan dijatuhi vonis, Tom Lembong mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.

Selain Tom Lembong, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, juga bebas karena mendapat amnesti.

Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Terkait pemberian abolisi terhadap Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengungkapkan alasannya.

Andi mengatakan hal tersebut dilakukan demi kepentingan bangsa dan menjaga kondusivitas nasional.

Ia menuturkan, pertimbangan utama pihaknya mengusulkan abolisi dan amnesti, bukan semata-mata karena hukum, melainkan juga menyangkut keutuhan bangsa.

"Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum.

Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang tanda tangan," ungkap Andi, Kamis (31/7/2025). 

"Pertimbangan sekali lagi dalam pemberian abolisi ataupun amnesti itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI," lanjut dia.

Andi menambahkan, persetujuan Presiden Prabowo Subianto juga didasarkan faktor persatuan nasional dan perayaan kemerdekaan HUT ke-80 RI.

"Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa.

Dan sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen politik yang ada di Indonesia," jelas dia.

(tribun-medan.com/bangkapos.com/kompas.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved