Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, Purwanto, mengungkapkan kebijakan rombel ini hanya dilakukan pada sekolah di kawasan penduduk padat dan banyak masyarakat miskin.
Ia juga menyebut kebijakan itu hanya bersifat sementara dan menyesuaikan kondisi sekolah.
"Kalau dia tinggal di sekitar sekolah, ya diarahin masuk ke (sekolah) itu.
Karena kalau enggak juga, mereka udah miskin, kayak enggak punya ongkos, kan rawan juga dia putus sekolah nantinya," urainya, Senin (7/7/2025).
"Jadi kota/kabupaten yang jumlah penduduk tinggi kemiskinannya. Kan kalau ukuran ini (kelas) 8x9 ukuran kelas SMA itu, ya kita di situ," sambung dia.
Meski demikian, Purwanto mengakui ada beberapa sekolah yang ruang kelasnya tidak standar.
Atas hal itu, Pemprov Jabar saat ini tengah merencanakan pembangunan ruang kelas baru (RKB).
Selain untuk memenuhi kebijakan rombel, pembangunan RKB diharapkan bisa memecah jumlah siswa tiap kelas agar tidak sampai 50 orang.
"Jadi bisa kembali normal ke angka 36, kalau udah ditambah. Target kita di perubahan ini bisa beres.
Kalau di perubahan ini enggak beres, RKB-nya nanti akan ditambah di murni 2026. Kita hitung itu ada 661 kelas baru," pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul 8 Organisasi Sekolah Swasta Menggugat Dedi Mulyadi ke PTUN, Imbas Penambahan Rombel Program PAPS