Warga Minta Tambang Pasir Setop, Ini Kronologis Penetapan Kades Aik Seruk Jadi Tersangka
Warga minta izin penambangan perusahaan tersebut ditinjau ulang karena telah meresahkan masyarakat Desa Air Seruk. Pihak desa juga telah menyurati Bup
POSBELITUNG, BELITUNG ‑ Puluhan warga Desa Air Seruk, Kecamatan Sijuk mendatangi DPRD Kabupaten Belitung, Senin (28/11).
Warga yang didampingi Kepala Desa Air Seruk Sukardi dan seluruh perangkat desa ini minta DPRD menghentikan aktivitas penambangan pasir PT Harapan Rezeki Bungsu (HRB) di desa mereka.
Warga minta izin penambangan perusahaan tersebut ditinjau ulang karena telah meresahkan masyarakat Desa Air Seruk. Pihak desa juga telah menyurati Bupati Belitung terhadap persoalan ini, namun belum ada tindak lanjutnya.
"Kami ingin aktivitas pengangkutan pasir oleh perusahaan PT Harapan Rezeki Bungsu besok (hari ini‑red) dihentikan hingga perkara selesai. Jika tidak, kami akan menghentikan sendiri dengan cara kami masyarakat Desa Air Seruk," kata Koordinator Tim Pengelola Dana Bantuan dari PT HRB, Sumartak saat berdialog dengan Komisi I DPRD di ruang rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Belitung, Senin (28/11).
"Termasuk juga kami minta izin perusahaan itu ditinjau ulang. Karena itu sudah membuat keresahan kepada masyarakat. Kami sudah menyurati perihal ini kepada bupati, tapi sampai hari ini (kemarin‑red) tidak ada tindaklanjut," kata Sumartak.
Kedatangan warga desa ini juga menyampaikan kronologi penetapan Kepala Desa Air Seruk Sukardi sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pertanggungjawaban dana retribusi pengelolaan dana pertambangan di Desa Air Seruk.
Selain itu warga juga minta agar wakil rakyat dapat menindaklanjuti aspirasi masyarakat desa ini sehingga penetapan Sukardi sebagai tersangkan kasus dugaan korupsi tersebut dibatalkan, karena hanya kesalahan administrasi.

Puluhan warga Air Seruk, Kecamatan Sijuk, Senin (28/11) ketika berada di Gedung DPRD Kabupaten Belitung. Pos Belitung/Disa Aryandi
Menurut Sumartak, ia dalam kasus itu terlibat sebagai saksi dan telah lima kali dipanggil penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpandan. Namun sejak panggilan pertama Sumartak mengaku tidak pernah hadir.
"Karena kami anggap ini bukan korupsi. Korupsi itu uang pemerintah. Nah ini bukan uang pemerintah, tapi bantuan perusahaan untuk masyarakat. Cuma ada kesalahan penulisan retribusi di bendaraha desa. Masa cuma segitu harus dinyatakan korupsi," kata Sumartak.
Menurutnya, hingga saat ini pihak desa sudah menerima dana bantuan dari PT HRB sekitar Rp 800 juta.
Sebanyak 20 persen dari nilai itu dimasukan ke kas Pemdes Air Seruk dan 80 persen lagi untuk bantuan masyarakat serta pembangunan di desa.
Bantuan itu disalurkan perusahaan telah melalui perjanjian dan komitmen antara perusahaan maupun masyarakat Desa Air Seruk. Besarannya Rp 10 ribu per kubik pasir hasil pertambangan pasir dari kawasan Desa Air Seruk.
Biasanya pembayaran bantuan itu diberikan setiap 1000 truk mengeluarkan pasir dari lokasi tambang pasir tersebut. Beberapa kali masyarakat menagih dan menyetop truk pembawa pasir agar perusahaan membayar bantuan hasil kesepakatan tersebut.
"Nah mungkin karena marah kami tagih terus, dia melapor ke kejaksaan. Sekarang kami jadi bulan‑bulanan mereka, ini bukan uang pungutan tapi pemberian dari perusahaan. Sekarang kondisinya ada sekitar Rp 300 juta yang tidak dibayar," kata Sumartak.
Tak Sanggup
