Menelisik Jejak Trem Belitong, Ternyata Ada 15 Unit dan Ini Dia Jalur Serta Jadwal Operasionalnya

Namun suara itu tinggal kenangan seiring menghilangnya trem dari bumi Belitong lebih dari setengah abad silam.

posbelitung.co/Wahyu Kurniawan
Bekas rel di bengkel Lipat Kajang dan lokomobil di Museum Tanjungpandan. 

Dalam kondisi seperti itu, trem memang bukanlah alat transportasi idaman bagi kaum perempuan. Bahkan menurut Syachroel boleh dikatakan, perempuan yang menumpang trem kala itu bisa dihitung pakai jari, saking sedikitnya.

“Dulu naik trem memang bukan suatu kebanggaan, tapi mungkin kebanggaan itu baru muncul sekarang, khususnya bagi mereka yang pernah menaikinya, karena sekarang tidak ada lagi trem di Belitong, bekasnya pun juga tidak ada,” kata Syachroel, Sabtu (7/2) sore.

Bekas trem yang dimaksud adalah lokomotip beserta gerbongnya.

Selama ini banyak yang beranggapan lokomotip trem masih tersimpan di halaman Museum Kabupaten Belitung atau di Restoran Vega dan Kediaman Acang di Manggar Belitung Timur.

Namun benda menyerupai lokomotip tersebut ternyata bukanlah bekas trem.

“Itu untuk pembangkit listrik, disebut lokomobil, karena punya roda biar bisa dibawa dari satu kolong ke kolong lainnya, tapi bukan lokomotip trem dan jalannya pun bukan di atas rel,” kata Salim YAH, Pemerhati Sejarah dan Budaya Belitong kepada Pos Belitung.

Salim YAH berfoto di samping bekas lokomobil yang tersimpan di halaman museum Tanjungpandan.
Salim YAH berfoto di samping bekas lokomobil yang tersimpan di halaman museum Tanjungpandan. (posbelitung.co/Wahyu Kurniawan)

Dalam buku Sejarah Timah Indonesia karangan Sutedjo Sujitno disebutkan Lokomobil biasanya juga digunakan untuk menggerakkan pompa air.

Pompa dibutuhkan untuk mengurangi kelebihan air di musim hujan atau memasok air saat kemarau ke dalam kolong.

Alat ini membuat lubang tambang bisa digali lebih dalam sekaligus mengurangi kebutuhan tenaga kerja.

Lalu apakah bekas trem yang sebenarnya masih ada hingga sekarang? Salim pun menggelengkan kepalanya.

Ia bahkan tidak pernah melihat langsung bekas lokomotip yang tergambar dalam sejumlah buku-buku terbitan Belanda.

Namun hingga tahun 70-an, masih ditemukan bekas gerobak trem yang tersimpan di gudang timah di Pelabuhan KJUB Tanjungpandan.

Salim juga mengatakan, di daerah belakang rumahnya di Air Rayak juga pernah ditemukan roda. Namun belum ada kepastian apakah roda tersebut adalah bagian dari trem.

Dari berbagai sumber foto, jalur rel trem memang tampak berada di sejumlah kolong dan pelabuhan Tanjungpandan. 

Rel di lokasi tambang biasa digunakan untuk membawa gerobak melewati tanjakan. Sedangkan di pelabuhan biasa digunakan untuk mengakut karung timah dan barang.

Para pekerja sedang mendorong gerobal di atas rel menuju dermaga pelabuhan KJUB Tanjungpandan.
Para pekerja sedang mendorong gerobal di atas rel menuju dermaga pelabuhan KJUB Tanjungpandan. (posbelitung.co/tropenmuseum/wikipedia)

Namun ada dua versi mengenai keberadaan trem di Tanjungpandan.

Salim menyebut pelabuhan Tanjungpandan juga sempat memiliki trem.

Tapi Derus mengaku melihat sendiri jalur rel di pelabuhan tersebut digunakan untuk gerobak yang digerakkan oleh tenaga manusia.

Dalam buku Gedenkboek Billiton 1852-1927 jilid I disebutkan hingga tahun 1927, Belitong memiliki 15 lokomotif dan 97 lokomobil.

Sementara itu dalam website perpustakaan Universitas Leiden tampak sejumlah foto yang menggambarkan kunjungan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr. Dirk Fock di Belitung pada 25 September 1925.

Satu foto di antaranya menggambarkan Sang Gubernur Jenderal sedang diajak meninjau sebuah garasi yang berisi empat unit tram di kawasan bengkel Lipat Kajang, Manggar.

Gubernur Jenderal Hindia-Belanda sedang melewati garasi trem Lipat Kajang pada tahun 1925.
Gubernur Jenderal Hindia-Belanda sedang melewati garasi trem Lipat Kajang pada tahun 1925. (repro posbelitung.co/Leiden University Libraries)

Namun terlepas dari perbedaan yang ada, kajian serius terhadap sejarah trem masih dibutuhkan. Penggiat Budaya Belitong Fithrorozi mengatakan, keberadaan trem menunjukkan bahwa pernah terjadi transformasi ekonomi di Belitong.

“Ini bukan hanya soal rel dan lokomotip saja, tapi mengetahui dan memahami latar belakang pemikiran adanya trem itu jauh lebih penting,” kata Fithrorozi kepada Pos Belitung.

Ia pun berharap, diangkatnya sejarah trem akan menginspirasi dunia pendidikan untuk lebih mengenali identitas daerahnya.

Dalam upaya membangun daerah, sejarah trem ini juga diharapkan akan membawa para pemangku kepentingan untuk kembali menengok apakah kita sebenarnya bergerak maju atau malah mundur.

Trem memang tinggal kenangan. Tapi membiarkan kenangan tersebut berlalu begitu saja tentulah bukan pilihan yang bijak.

Berita ini adalah hasil liputan khusus wartawan posbelitung.co Wahyu Kurniawan pada bulan Februari 2015 dan dimuat pada edisi cetak Pos Belitung, 1 Maret 2015.

Semoga bermanfaat dan menginspirasi kalian ya. (posbelitung.co/Wahyu Kurniawan)

Sumber: Pos Belitung
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved