Menelisik Jejak Trem Belitong, Ternyata Ada 15 Unit dan Ini Dia Jalur Serta Jadwal Operasionalnya

Namun suara itu tinggal kenangan seiring menghilangnya trem dari bumi Belitong lebih dari setengah abad silam.

posbelitung.co/Wahyu Kurniawan
Bekas rel di bengkel Lipat Kajang dan lokomobil di Museum Tanjungpandan. 

Pengangkutan kayu utamanya berasal dari Gunong Bulong yang dibeli perusahaan dari pihak ketiga.

Kayu digunakan untuk bahan bakar trem, memanggang pasir timah, dan kebutuhan infrastruktur dan gedung perkantoran.

Trem memang sudah seperti bagian dari kehidupan masyarakat.

Seorang warga Desa Kurnia Jaya Derus yang telah berusia 86 tahun masih ingat pertama kali menumpangi kereta uap itu pada tahun 1937.

Saat itu ia menumpang trem untuk pergi ke sekolahnya yang terletak di Kampong Lalang (sekarang Desa Lalang).

Pria kelahiran Desa Simpang Tiga ini berangkat dari bengkel Lipat Kajang yang berada dekat rumah Abangnya di Kampong Baru (sekarang Desa Baru).

Peluit trem berbunyi sekitar pukul 07:00 WIB, tanda bahwa kereta akan segera berangkat.

Para pekerja dan anak-anak sekolah sudah siap di dalam Gerubak – yakni sebutan lokal untuk gerbong trem.

Disebut Gerubak karena bentuknya memang lebih menyerupai gerobak ketimbang gerbong kereta yang biasa dikenal di pulau Jawa.

Dinding gerbong hanya sampai setinggi pangkal paha dan posisi penumpang saling berhadapan seperti di meja makan.

Setiap gerbong memuat enam sampai delapan orang dan sekali berangkat trem bisa menarik 10 sampai belasan gerbong, tergantung dari jumlah penumpang yang ada.

Trem tersebut akan berhenti di jalan yang terletak antara gedung pembangkit listrik tenaga disel elektriciteits centrale (EC) dan Kulong Minyak, Kampong Lalang.

Tidak ada stasiun khusus, layaknya sistem perkereta-apian di pulau Jawa.

“Sepanjang jalan itu ngobrol lah, sekitar 10 menit sudah sampai, trem berhenti di bawah EC, pukul 12:00 berangkat lagi ke Lipat Kajang dan pukul satu siang kembali lagi ke bawa EC, setelah itu pukul empat sore kembali lagi ke Lipat Kajang,” kata Derus.

Setelah dewasa, Derus bekerja sebagai Klerk (juru tulis) di kantor perusahaan timah Belanda di Bukit Samak.

Sumber: Pos Belitung
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved