Jenis-jenis Vaksin Covid-19, Perbedaan dan Efek Samping yang Ditimbulkan
Vaksin adalah zat atau senyawa yang berfungsi membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.
AstraZeneca ialah vaksin yang berasal dari virus hasil rekayasa genetika (viral vector).
Vaksin ini bekerja dengan cara menstimulasi atau memicu tubuh untuk membentuk antibodi yang dapat melawan infeksi virus SARS-Cov-2.
Vaksin AstraZeneca tidak mengandung Covid-19 yang dimatikan.
Namun, vaksin tersebut menggunakan vektor adenovirus simpanse yang berarti mengambil virus yang biasa menginfeksi simpanse, kemudian dimodifikasi secara genetik untuk memicu respons imun (viral vector).
Baca juga: Kecamatan Kelapa Kampit Terapkan Isolasi Ketat, Membandel Push Up!
Studi di Lancet mengemukakan, uji klinis tahap ke-3 di Brasil dan Inggris menunjukan efikasi vaksin AstraZeneca sebesar 70,4 persen.
Pendapat lainnya menurut WHO, AstraZeneca 63,09 persen efektif mencegah gejala pada infeksi COVID-19.
Untuk efek terbaik, WHO menyebut, interval penyuntikan dosis 1 dan 2 vaksin AstraZeneca adalah 12 minggu atau sekitar 3 bulan
Berdasarkan laporan uji klinis, efek samping yang dapat ditimbulkan setelah melakukan vaksin AstraZeneca ialah nyeri, gatal, dan rasa panas di lokasi bekas suntikan, tidak enak badan, menggigil atau demam, sakit kepala, mual, nyeri sendi atau nyeri otot, nafsu makan menurun, sakit perut, kelenjar getah bening membesar, keringat berlebih, hingga gatal atau muncul ruam.
Vaksin Pfizer
Vaksin Pfizer atau BNT162b2 merupakan vaksin mRNA (messenger RNA) untuk mencegah penyebab penyakit COVID-19.
Jenis vaksin ini akan memicu sistem sistem kekebalan tubuh membentuk spike protein, yang nantinya akan membantu tubuh membentuk antibodi yang dapat melawan virus Corona.
Vaksin Pfizer merupakan hasil kerja sama perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech dengan perusahaan farmasi asal Amerika, Pfizer. Vaksin ini mulai dikembangkan sejak tahun 2020.
Baca juga: Agar Khasiatnya Bekerja Maksimal, Catat Waktu yang Tepat Mengonsumsi Vitamin!
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), uji klinis pada usia 16 tahun ke atas menunjukan bahwa vaksin Pfizer-BioNTech 95 persen efektif mencegah COVID-19.
Sedangkan berdasarkan uji klinis lainnya, vaksin Pfizer disebut efektif memicu respons imun pada usia 12-15 tahun, dengan tingkat kekuatan respons imun setara pada usia 16-25 tahun.
Riset oleh Public Health England (PHE) juga menunjukan, 2 dosis vaksin Pfizer 96 persen efektif mencegah risiko rawat inap pada pasien COVID-19 akibat varian Delta.
Baca juga: Mengenal Perbedaan Varian Covid-19 Biasa dengan Varian Delta
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/belitung/foto/bank/originals/20210517-vaksin-astrazeneca.jpg)