Berita Pangkalpinang
Gaji Tidak Naik Kebutuhan Melambung Tinggi, Aksan Minta Perusahaan haru Berpihak ke Pegawai
Kenaikan harga BBM yang berimbas pada naiknya kebutuhan masyarakat tak diimbangi dengan penghasilan pekerja
POSBELITUNG.CO, BANGKA -- Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) berimbas besar bagi masyarakat di Bangka Belitung.
Seluruh bahan pokok yang berada di pasar mengalami kenaikan yang sangat signifikan.
Di Bangka Belitung sendiri sebelum naiknya BBM, inflasi saja bertengger diurutan ketiga secara nasional.
Angka inflasi di Bangka Belitung sebelum kenaikan BBM atau pada Agustus 2022, sudah mencapai 7,5 persen.
Sementara harga-harga naik signifikan, penghasilan atau pun pendapatan masyarakat tak bertambah.
Para pedagang pasar pun mengeluh, barang dagangannya terpaksa harus dijual mahal agar tidak rugi.
Sebaliknya, daya beli masyarakat pun mengalami penurunan akibat mahalnya harga barang di pasaran.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bangka Belitung, Aksan Visyawan menilai sudah sepantasnya upah minimum provinsi atau UMP pada 2023 nanti.
Akan sangat membuat masyarakat susah kalau gaji tidak naik, sedangkan harga kebutuhan sudah naik sangat tinggi.
"Secata rata-rata harus naik. Karena tingkat kebutuhan masyarakat kita meningkat, kenaikan harga barang pokok akibat naiknya BBM. Otomatis penghasilan harus naik. Kasihan sekali kalau rata rata kebutuhan pokok naik 10 persen, tetapi gaji tidak naik," kata Aksan kepada Bangkapos.com, di sela aktivitasnya, Senin (19/9/2022).
Ia menekankan untuk dilakukan penyesuain upah terhadap para buruh/pegawai terutama di perusahan yang memiliki kemampuan finansial.
Dengan kondisi saat ini kata Aksan perusahaan harus lebih berpihak kepada pegawainya dengan menaikkan gaji agar kebutuhannya bisa tercukupi.
"Apabila perusahaan mempunyai kesanggupan memberikan upah lebih ke masyarakat yang sedang kesulitan ya silakan diberikan. Karena perusahan yang memiliki kemampuan harus berpihak ke pegawainya. Kemudian perusahaan yang masih belajar, atau belum kuat secara finansial atau profit, pemerintah turun tangan membantunya," katanya.
Aksan menjelaskan bahwa penghasilan pegawai ataupun buruh haruslah berimbang dengan kebutuhannya.
Dikhawatirkan bila tidak berimbang maka akan terjadi gejolak sosial di masyarakat.
Kebijakan pemerinah menaikkan harga BBM ini sangat berimbas kepada kebutuhan masyarakat.
Padahal kata Aksan pemerintah seharusnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, rasa aman dan tentram.
Tapi kini malah sebaliknya. Penghasilan masyarakat tidak naik, harga-harga barang malah naik drastis akibat kebijakan menaikkan harga BBM yang terlalu tinggi.
Ia mengharapkan pula, pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan kenaikan BBM bersubsidi, agar dapat diturunkan kembali sesuai dengan harga minyak dunia saat ini.
"Kalau bisa dibatalkan dan naikya jangan terlalu tinggi. Tetapi sekarang sudah terlanjur, masyarakat merasakan kesulitan, terutama mereka yang tidak berpenghasilan tetap," terangnya.
Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bangka Belitung (Babel), Darusman, mendesak pemerintah untuk menaikkan upah minimum provinsi atau UMP 2023 hingga 8-10 persen.
Hal ini merespon dan menyesuaikan dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi oleh pemerintah.
Darusman, mengatakan kenaikan upah saat ini sangat diperlukan untuk melindungi daya beli buruh akibat dampak kenaikan BBM bersubsidi ditambah inflasi yang terus meningkat.
"Ini yang kami khawatirkan karena kalau mengacu pada Omnibus law Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan, itu flat, nasional tidak lebih 2 persen, 1 persen sekian, itu sudah baku. Kita padukan dengan kenaikan BBM dan inflasi pasti tidak akan ketemu kesesuaian itu jauh,"kata Darusman kepada Bangkapos.com, Senin (19/9/2022).
Darusman mengatakan, tidak dapat membayangkan persoalan ekonomi kaum buruh, apabila UMP 2023 tidak terjadi kenaikan, atau bakal sama seperti UMP 2022 yang naik hanya 1,08 persen atau Rp 34.859.
"Kami tidak bisa membayangkan seperti apa ekonomi kedepan, menjelang penetapan UMP 2023 yang akan datang, maka sulit bagi kami khusuus di SPSI apa yang akan terjadi di 2023. Sementara saat ini saja kita makin sulit dengan kenaikan BBM," katanya.
Dikatakanya, dirinya mendapatkan informasi dampak kenaikan BBM, baru BUMN yang berencana melakukan penyesuaian terhadap upahnya. Tetapi untuk perusahaan swasta belum terjadi pergerakan apapun.
"Kecuali BUMN konon kabarnya melalui menteri BUMN bakal melakukan penyesuaian dengan harga BBM. Sementara untuk swasta sampai hari ini khususnya di Babel, kami tidak melihat adanya pergerakan, penyesuain itu," keluhnya.
Ia mengharapkan, setiap pemerintah dapat melakukan penyesuaian upah yang diterima buruh akibat dampak kenaikan BBM bersubsidi, disesuikan dengan persentase kenaikan BBM.
"Kalau BBM naiknya di atas 10 persen saya pikir mestinya harus menggunakan diskresi, tidak menggunakan aturan PP 36, kami meyakini kenaikan upah minimum itu sudah dipatok sedemikian rupa. UMP tidak akan terdongkrak dengan PP 36 ini, ini kami khawatirkan. Karena sampai hari ini tidak ada perubahan terkait Omnibus law. Pemerimtah belum menyelesaikan seperti apa bakal situasinya," katanya.
(Bangkapos.com/Riki Pratama/Hendra)