Berita Pangkalpinang

Ketua AETI Harap Pemerintah Kaji Ulang Wacana Larangan Ekspor Timah, Jangan Samakan dengan Nikel

Ketua Harian AAETI. Eka Mulya Putra, berharap pemerintah bisa mengkaji ulang adanya wacana pelarangan ekspor timah pada tahun 2023 ini.

Penulis: Novita CC | Editor: Novita
Bangkapos/Dokumentasi
Ilustrasi balok timah. Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Eka Mulya Putra, mengungkapkan, sejak tahun 2003, tak pernah lagi mengekspor timah dalam bentuk pasir, melainkan dalam bentuk balok. 

"Sejauh ini saya melihat kita semua harus positif, sikap-sikap semua pihak positif, paling penting sekarang menjaga ketika kebijakan itu dilaksanakan dampak positif apa yang terjadi," sambung Ridwan.

Namun soal wacana larangan ekspor timah pada tahun 2023, Ridwan yang juga Penjabat Gubernur Bangka Belitung (Pj Gubernur Babel) menegaskan hal itu belum diputuskan oleh Presiden RI.

"Pertama, kebijakan itu belum diputuskan, yang kedua, kalau dengar bahasa Presiden, tegaskan akan melarang ekspor dan melakukan hilirisasi dalam negeri," ucapnya.

Dibeberkan Ridwan, dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, menugaskan pemerintah untuk mempersiapkan langkah-langkah antisipasi terhadap berbagai kemungkinan. Bahkan pemerintah sudah membentuk kelompok kerja (Pokja) untuk menyiapkan langkah responsif mengenai wacana ini.

"Satu hal yang penting untuk dipertimbangkan ketika kita melarang ekspor, kita hendaknya mempertimbangkan apa yang dilakukan di dalam negeri dapat terjual, antara lain dengan melakukan pembatasan impor, dan melakukan kerja sama pemasok global yang selama ini sudah baik," ujarnya.

Ridwan menyakini bahwa Indonesia mampu untuk membangun pabrik hilirisasi. Apalagi sudah ada dua perusahaan yang menyatakan kesiapan membangun tin solder dan tin chemical.

"Reaksi positif dari badan usaha sudah terjadi. Dari kajian kami di Minerba ESDM dan Kementerian terkait termasuk Kadin, pertama kita perlu waktu kurang lebih 23 bulan untuk membuat pabrik baru dan meningkatkan kapasitas yang ada. Kedua modal investasi tidak terlalu menakutkan, masih dalam rentang Rp400 miliar, tidak triliunan. Ketiga, kebijakan, tadi harus ditata agar begitu kita hentikan, kita siap melakukannya," jelasnya.

Sementara Ketua DPRD Babel, Herman Suhadi, menilai lebih penting bagi pemerintah menata pertambangan timah untuk dapat menyejahterakan masyarakat di Bangka Belitung.

"Ini merupakan kebijakan pemerintah pusat, berkalikali disampaikan Presiden RI. Kita minta penataan timah itu lebih jelas dan tegas," kata Herman kepada Bangka Pos, Senin (6/2/2023) di kantor DPRD Babel.

Politikus PDI Perjuangan ini tak berkeinginan, apabila ekspor timah dihentikan akan berdampak kepada pendapatan masyarakat di Babel.

"Jangan sampai nanti ketika melakukan penghentian ekspor timah, malah keadaan pertimahan di masyarakat Babel semakin kurang baik. Inti muaranya bagaimana pendapatan masyarakat di sektor timah ini meningkat," tegasnya.

Ia mengharapkan, penataan timah dilakukan pemerintah dalam upaya menjaga pendapatan masyarakat di sektor timah.

"Karena sebaik apapun teknologi, buat apa kalau masyarakat tidak sejahtera di bidang itu. Kita inginnya begitu, agar timah ini memberi kesejahteraan merata ke masyarakat Babel,"ucapnya. (Bangkapos.com/Rifqi Nugroho/Cici Nasya Nita/Riki Pratama)

Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved