Tribunners

Tinjauan Implikasi Hukum Tindak Pidana dengan Nilai Kerugian di Bawah 2,5 Juta

Akhir-akhir ini, muncul sebuah fenomena yang cukup memprihatinkan di tengah masyarakat Bangka.

Editor: Alza
Ist/UBB
Logo Universitas Bangka Belitung 

Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga tidak memberikan pengaturan terkait batasan nilai kerugian sebagai syarat untuk memproses tindak pidana. 

Sehingga, Setiap laporan tindak pidana harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Anggapan bahwa tindak pidana dengan kerugian di bawah 2,5 juta rupiah tidak dapat diproses kemungkinan besar berasal dari pemahaman yang keliru terhadap Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

PERMA ini sebenarnya hanya mengatur tentang batasan nilai barang atau uang dalam tindak pidana ringan, yang disesuaikan menjadi 2,5 juta rupiah.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa tindak pidana dengan kerugian di bawah 2,5 juta rupiah tidak dapat diproses, melainkan hanya mengatur tentang mekanisme pemeriksaan perkara yang berbeda.

Tindak pidana dengan nilai kerugian di bawah 2,5 juta rupiah tetap dapat diproses secara hukum, namun berdasarkan PERMA tersebut dilakukan dengan mekanisme pemeriksaan cepat di pengadilan.

Di mana, Ketua Pengadilan akan menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat untuk mempercepat proses peradilan.

Serta, penting untuk dipahami bahwa PERMA ini tidak menghapuskan sifat pidana dari suatu perbuatan, melainkan hanya mengatur tentang prosedur pemeriksaannya di pengadilan.

Selain proses hukum melalui pengadilan, tindak pidana ringan juga dapat diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice.

Penyelesaian menggunakan restorative justice telah diatur dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 Terkait Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Restorative justice adalah metode penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, tokoh masyarakat, atau pemangku kepentingan untuk mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dan memulihkan keadaan seperti semula.

Keadilan restoratif dapat diterapkan atas kesepakatan pihak pelapor dan terlapor. 

Jika pelapor memaafkan, polisi dapat memberikan restorative justice bagi pelaku.

Biasanya, para pihak akan saling memaakan dan membuat pernyataan kesepakatan perdamaian yang dibubuhi tanda tangan.

Pelaku juga perlu meminta maaf dan memenuhi hak korban, termasuk mengembalikan barang dan mengganti kerugian akibat tindak pidana.

Halaman
123
Tags
hukum
UBB
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved