Biodata

Biodata Prof Romli Atmasasmita, Sebut Putusan Banding Harvey Sesat, Pernah Terjerat Perkara Korupsi

Ia mendapatkan gelar Doktor dalam ilmu hukum dengan predikat cum laude dari Universitas Gajah Mada, tahun 1996.

Editor: Alza
Tribunnews.com/ Nurmulia Rekso
ROMLI - Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita saat ditemui beberapa waktu lalu. Dia menyebut vonis banding 20 tahun penjara terhadap Harvey Moeis dalam perkara korupsi tata niaga timah sebagai miscarriage of justice atau putusan sesat. 

Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) pada tahun 2007.

Pengalaman Organisasi

Wakil Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (1990-2008);

Kordinator Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Unpad (2004),

Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia (2008-2013).

Ketua Delegasi RI pada ASEAN Senior Law Official Meeting (ASLOM) Juni 1989 di Singapura;

anggota Delegasi RI ke Konferensi Global Antikorupsi, 24-26 Februari 1999, di Washington DC, Amerika Serikat;

Ketua Delegasi RI pada Preperation Meeting untuk Konferensi TOC-Wina di Bali 1999.

Ketua Delegasi RI ke Konferensi Asia-Pasifik tentang Money Laundering, 4-6 Agustus 1999 di Manila, Filipina;

Ketua Delegasi RI pada Konferensi PBB untuk membahas draft Konvensi mengenai Pemberantasan Kejahatan Transnasional Terorganisir, di Wina-Austria, Juni 1999 dan 4-8 Juni 2000.

Ketua Delegasi RI pada sidang Ad Hoc Committee on the Negotiation of the United Nations Convention Against Corruption, di Wina-Austria tahun 2000 s/d tahun 2003;

Ketua Delegasi RI pada ASEAN Senior Law Official Meeting (ASLOM), tanggal 14-18 Juni 2002 di Bangkok.

Chairman Sidang ASEAN Legal Officer Program, Juli 2003.

Saksi ahli

Romli Atmasasmita yang menjadi saksi ahli dalam perkara korupsi tata niaga timah Rp 300 triliun melibatkan Harvey Moeis dan 22 terdakwa lainnya, mengatakan vonis banding tersebut sebagai miscarriage of justice atau putusan sesat.

Romli mengatakan ada sejumlah kejanggalan dalam pertimbangan hukum yang diambil oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang hari Kamis (13/2/2025).

"Tidak terbukti suap dan tidak terbukti gratifikasi. Kerugian negara dalam putusan pengadilan bukan kerugian nyata (actual loss), namun hukuman Harvey Moeis justru diberatkan menjadi 20 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp 420 miliar.

Ini tidak tepat," ucap Romli, Kamis (13/2/2025) dikutip dari Tribunnews.com.

Romli yang juga salah satu perancang undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu menegaskan, uang pengganti Rp 420 miliar yang dibebankan kepada Harvey Moeis tidak dilengkapi dengan bukti yang sah.

"Uang pengganti tersebut terbukti tidak diterima oleh Harvey Moeis. Nilai Rp 420 miliar juga tidak didukung oleh bukti yang kuat," ujarnya.

Selain itu, dakwaan pemufakatan jahat antara Harvey Moeis dan terdakwa lain juga dinilai tidak terbukti selama persidangan.

"Dakwaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini secara normatif berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 bukanlah tindak pidana korupsi.

Pelanggaran terhadap UU Pertambangan tidak secara tegas diatur sebagai tindak pidana korupsi," jelas Romli.

Lebih jauh dijelaskan Romli, hukuman terhadap Harvey Moeis juga dinilai tidak proporsional.

Pasalnya menurut dia, hukuman penjara yang awalnya 6,5 tahun naik menjadi 20 tahun, sementara uang pengganti dari Rp 210 miliar melonjak menjadi Rp 420 miliar.

"Ini menunjukkan bahwa Harvey Moeis dianggap sebagai aktor intelektual, padahal fakta persidangan membuktikan sebaliknya," tegas Romli.

Terkait hal ini dia beranggapan bahwa Harvey Moeis sendiri bukanlah penyelenggara negara maupun direksi PT Timah.

Sebab Harvey kata Romli hanya terlibat dalam kontrak sewa smelter dan kontrak kerja dengan penduduk sekitar tambang, yang notabene bukan penambang liar melainkan warisan turun-temurun.

"Harvey Moeis dijerat pasal penyertaan (Pasal 55 KUHP) padahal ia tidak memiliki peran sebagai aktor intelektual," tambah Romli.

Tak hanya terhadap Harvey, Romli juga menyoroti vonis banding yang dijatuhkan terhadap Helena Lim yang notabene dianggap hanya sebagai pengusaha money changer.

Dalam putusan banding, Helena kata dia justru dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp 900 juta.

"Helena dan Harvey Moeis sama sekali tidak memiliki mens rea (niat jahat) untuk menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 317 triliun.

Kerugian tersebut hanya berdasarkan perkiraan BPKP yang bertentangan dengan UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara," jelas Romli.

(Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com/Bangkapos.com)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved