Warga Belitung Korban TPPO
Prof. Dr. Dwi Haryadi: Jangan Mudah Tergiur, Masyarakat Diminta Waspada Modus TPPO
Maraknya kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Belitung kembali mendapat sorotan dari kalangan akademisi
Ringkasan Berita:
POSBELITUNG.CO, BELITUNG – Maraknya kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Belitung kembali mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Dosen Magister Hukum Universitas Bangka Belitung, Prof. Dr. Dwi Haryadi, S.H., M.H., mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur iming-iming pekerjaan luar negeri dengan gaji besar.
Menurutnya, kasus terbaru warga Belitung yang diduga dibawa hingga ke Myanmar untuk dipekerjakan sebagai scammer harus menjadi pelajaran serius bagi masyarakat. Apalagi Belitung sebelumnya juga sudah pernah mengalami kasus serupa.
“Iming-iming gaji yang besar di luar negeri mungkin dipandang wajar. Namun penting bagi masyarakat untuk tetap waspada karena itu kerap menjadi modus untuk menarik minat calon korban,” tegas Prof. Dwi.
Prof. Dwi menjelaskan bahwa TPPO adalah kejahatan terorganisasi yang memiliki unsur yang jelas dalam peraturan perundang-undangan. Ia menyebut setidaknya ada lima unsur dasar yang membentuk tindak pidana perdagangan orang.
“Pertama, adanya tindakan atau perbuatan. Kedua, dilakukan dengan cara tertentu seperti kekerasan atau penipuan. Ketiga, menghasilkan persetujuan. Keempat, bisa terjadi dalam atau antarnegara. Kelima, tujuannya adalah eksploitasi,” paparnya.
Ia menegaskan, jika ada aktivitas perekrutan, penampungan, atau pemindahan orang yang disertai penipuan maupun ancaman kekerasan dan mengarah pada eksploitasi, maka hal tersebut patut dicurigai sebagai bagian dari TPPO.
Prof. Dwi mengungkapkan bahwa selama ini masyarakat kerap memahami TPPO hanya sebatas perdagangan orang atau prostitusi. Padahal, konteksnya jauh lebih luas.
“Modus TPPO tidak sekadar prostitusi. Banyak bentuk lain yang terjadi di sekitar kita tetapi luput dari perhatian, seperti adopsi anak telantar, perekrutan anak jalanan, pengantin pesanan, hingga transplantasi organ untuk tujuan eksploitasi,” jelasnya.
Karena itu, ia meminta masyarakat meningkatkan pemahaman agar tidak terjebak dalam praktik yang tampak ‘baik-baik saja’ namun sebenarnya ilegal dan berpotensi berbahaya.
Dalam penjelasannya, Prof. Dwi juga menegaskan bahwa hukuman bagi pelaku TPPO sangat berat. Undang-undang mengatur ancaman pidana penjara hingga 15 tahun serta denda yang mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Dalam Undang-Undang TPPO terdapat beberapa varian tindak pidana dengan besaran ancaman yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa negara memandang kejahatan perdagangan orang sebagai pelanggaran serius,” katanya.
Ia menegaskan, masyarakat harus berani melapor jika menemukan indikasi perekrutan mencurigakan, penampungan pekerja secara ilegal, atau tawaran kerja luar negeri yang tidak jelas legalitasnya.
“Waspadai jika ada pihak yang melakukan perekrutan atau membawa orang dengan cara penipuan atau paksaan yang mengarah pada eksploitasi. Itu berpotensi TPPO dan harus segera dilaporkan,” tutup Prof. Dwi.
Rangkuman Berita
- Prof. Dwi mengingatkan masyarakat Belitung waspada terhadap tawaran kerja luar negeri bergaji besar.
- Kasus warga dibawa ke Myanmar sebagai scammer menjadi peringatan serius bagi masyarakat luas.
- TPPO memiliki lima unsur utama termasuk tindakan, cara tertentu, dan tujuan eksploitasi korban.
- Aktivitas perekrutan atau pemindahan yang disertai penipuan atau ancaman wajib dicurigai sebagai TPPO.
- Pemahaman masyarakat tentang TPPO masih terbatas dan sering hanya dikaitkan prostitusi semata.
- Modus TPPO sangat beragam seperti adopsi ilegal, pengantin pesanan, hingga transplantasi organ terlarang.
- Banyak modus terjadi di sekitar masyarakat tetapi dianggap wajar karena kurang pemahaman yang tepat.
- Ancaman pidana bagi pelaku TPPO mencapai 15 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
- Undang-undang menyediakan berbagai varian sanksi berbeda sesuai jenis kejahatan perdagangan orang.
- Masyarakat diminta segera melaporkan perekrutan mencurigakan yang berpotensi mengarah pada eksploitasi.
Video Call Terakhir untuk Sang Anak
Anak itu baru berusia setahun ketika kedua orang tuanya, pasangan BT (25) dan YA (26), muncul di layar ponsel pada 6 November 2025. Hari itu ulang tahunnya. Di balik senyum dan lambaian tangan yang berusaha terlihat ceria, tak ada yang menduga bahwa itulah kontak terakhir keluarga dengan mereka.
| Video Call Terakhir untuk Sang Anak, Jejak Warga Belitung yang Diduga Jadi Korban TPPO di Myanmar |
|
|---|
| Pasutri Asal Belitung Diduga Jadi Korban TPPO, Sempat Video Call Saat Anak Ultah |
|
|---|
| 11 Warga Belitung Jadi Korban TPPO, Wabup Belitung Prihatin, Syamsir: Kami Akan Beri Pendampingan |
|
|---|
| Warga Belitung Diduga Jadi Korban TPPO di Myanmar, Dinas KUMPTK Imbau Perangkat Desa Lebih Peka |
|
|---|
| Warga Belitung Diduga Jadi Korban TPPO di Myanmar, Diiming-iming Gaji Besar di Malaysia |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/belitung/foto/bank/originals/Dwi-Haryadi-2025.jpg)