Buaya Diduga Diracun

Dua Bangkai Buaya di Jerambah Gantung Pangkalpinang Terabaikan, Buaya Seruni Dibiarkan Tenggelam

Belakangan buaya yang mati itu disebut bernama Seruni. Pemberian nama dilakukan seorang warga.

Editor: Novita
Dokumentasi Posbelitung.co
POS BELITUNG HARI INI - Pos Belitung Hari Ini edisi Senin, 17 November 2025, memuat headline berjudul Buaya Seruni Dibiarkan Pecah dan Tenggelam. 

Karena itu, kematian beruntun buaya dianggap sebagai tindakan merusak ekosistem sungai.

“Buaya itu bagian dari keseimbangan alam. Tak ada tambang atau aktivitas TI di sini, jadi perbuatan ini jelas disengaja hanya untuk kesenangan,” ujar Mantul menambahkan.

Meski belum diketahui pelakunya, warga dan nelayan tetap berinisiatif mengevakuasi setiap bangkai buaya agar tidak menimbulkan bau busuk atau memancing kemunculan buaya lain.

Bukan Sembarangan

Lebih lanjut, Arew menjelaskan, keputusan untuk tidak mengubur dua bangkai buaya bukan diambil sembarangan.

Para nelayan telah mempertimbangkan berbagai opsi, namun kondisi fisik bangkai dan medan yang sulit membuat penguburan menjadi mustahil.

“Kami sudah pikirkan, mau kubur tapi tidak memungkinkan. Buayanya panjang empat meter, berat, dan sudah membengkak. Kubur cara kampung tidak bisa, lambat, tidak efektif,” kata Arew.

Ia menggambarkan betapa sulitnya menggali lubang di daerah itu.

Tanah di sekitar sedikit lumpur berair setiap kali cangkul masuk, lumpur kembali mengalir menutup lubang yang baru terbentuk.

“Minimal lubangnya satu meter. Itu syarat supaya tidak bau dan tidak digali anjing nanti. Tapi di sini tanahnya lunak. Gali sedikit, amblas lagi,” ujarnya sambil menunjukkan area lumpur yang hanya bisa diinjak dengan hati-hati.

Selain itu, bangkai buaya sudah berada dalam fase pembusukan berat. Buaya mengembung, kulitnya mulai melonggar dan terkelupas, dan baunya tercium amis.

“Bau… aduh, tidak bisa kami tahan lama-lama. Makanya kami cepat ambil keputusan,” tambahnya.

Satu Kilometer

Setelah berembuk, nelayan sepakat menggunakan tali tambang sebesar kelingking pria dewasa.

Mereka melingkarkan tali itu ke tubuh buaya, terutama di bagian kepal yang lebih kuat, lalu menarik bangkai itu perlahan-lahan menggunakan perahu kecil. 

Proses ini berlangsung 15 menit. Arew dan dua rekannya harus berhenti beberapa kali untuk menahan mual akibat bau busuk yang semakin menusuk hidung.

“Kami ikat dulu kuat-kuat. Lalu kami tarik ke arah hilir. Sekitar satu kilometer dari tempat nelayan biasa melintas ke arah laut Pangkalbalam,” jelasnya.

Pemilihan lokasi juga bukan tanpa alasan. Pada titik tersebut, arus lebih stabil, dan bangkai tidak terlalu dekat dengan permukiman warga.

“Paling aman di sana. Kalau dibiarkan di dekat jembatan, semua orang lewat pasti protes karena baunya,” ujar Arew. (x1) 

Sumber: Pos Belitung
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved