Kasus Pembunuhan Hafiza

Kasus Pembunuhan Hafiza, Praktisi Hukum Ungkap Sisi Dilematis Penegakan Hukum terhadap Pelaku

Praktisi hukum Babel, David Wijaya, mengakui kasus pembunuhan Hafiza (8) yang dilakukan oleh AC (17) menyita perhatian masyarakat luas.

Penulis: Sepri Sumartono | Editor: Novita
Bangkapos/Riki Pratama
Kapolda Bangka Belitung, Irjen Pol Yan Sultra, Indrajaya menggelar konfrensi pers pengungkapan kasus pembunuhan Hafiza di Mapolda Babel pada Kamis (16/3/2023) siang. 

Jika penyidik mempunyai bukti kuat adanya perencanaan terlebih dahulu, yang kemudian sebagai akibat dari perencanaan dan perbuatan lainnya tersebut menimbulkan kematian terhadap korban, maka pasal yang diterapkan tentunya ancaman hukuman paling berat atau maksimal.

Baca juga: Polisi Tunggu Hasil Autopsi Jenazah Hafiza, Terungkap Pelaku Beraktivitas Biasa Usai Bunuh Korban

Dalam hal ini, David Wijaya menilai, rumusan ancaman hukuman tersebut akan disandingkan dengan ketentuan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, yang menyatakan pidana penjara dapat dijatuhkan kepada anak paling lama setengah dari maksimal ancaman pidana bagi orang dewasa.

"Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam pidana mati atau seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah penjara paling lama 10 tahun," jelasnya.

Kemudian, sejauh ini, dalam konteks perkembangan teknologi, yang membuat anak zaman sekarang dapat memiliki pengetahuan dengan cepat melalui sarana teknologi berupa gadget atau komputer, jika tidak diawasi dan diedukasi, maka pengetahuan tadi mengandung suatu hal positif sekaligus negatif.

Misalnya, anak kini cepat berkomunikasi lewat gadget sehingga kekerasan anak antar geng sekolah terasa masif, atau anak mengetahui trik kejahatan dari menonton gadget dan lain-lain.

Oleh karena itu, perkembangan zaman dan teknologi tersebut, selayaknya mendesak untuk diselaraskan penerapannya ke dalam UU Perlindungan Anak dengan cara merevisi mengenai batasan umur anak.

Baca juga: Akademisi Soroti Motif Ekonomi dan Sosio-Psikologis pada Kasus Pembunuhan Hafiza

"Yang menurut saya, batas usia anak yang tadinya dianggap anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun direvisi jadi berbunyi anak adalah seseorang yang belum berusia 16 tahun," kata David Wijaya.

"Dengan sudut pandang, rentang usia 15 tahun sampai sebelum 16 tahun, anak sudah akil balig dan rata-rata sudah berpendidikan SMP yang secara psikologis sudah memiliki kecerdasan, sehingga mengetahui hak dan kewajibannya dalam berkehidupan," tambahnya.

Hal tersebut nantinya diharapkan dapat memberikan ketegasan hukum yang selaras dengan perkembangan zaman, yang mendidik dan membuat perilaku anak jadi lebih berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan. Sekaligus memberikan efek jera lebih dini jika terjadi pelanggaran aturan hukum. (Bangkapos.com/Sepri)

Sumber: Bangka Pos
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved