Pelaku Perusakan Diamankan Polisi

Kuasa Hukum Martoni Cs Tak Diberitahu Kliennya Dibawa ke Polda Babel

Wandi hanya sempat mendapatkan informasi bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa kasus tersebut akan dilimpahkan ke Polda Babel

|
Istimewa/Dokumentasi Wandi
Kuasa hukum, Wandi, (baju kuning) saat mendampingi 11 warga yang menjadi tersangka saat berada di Polres Belitung, Kamis (24/8/2023). 

Dalam pertemuan tersebut, Wakapolda meminta agar masyarakat tidak lagi melakukan aksi anarkisme hingga membiarkan polemik dengan PT Foresta dibawa melalui jalur hukum. 

Dari arahan Wakapolda, setelah pertemuan tersebut, keesokan harinya Wandi juga sempat mendampingi dua korban dugaan penyerobotan lahan melapor ke Polres Belitung. Termasuk membawa bukti autentik berupa sertifikat tanah. 

"Kekecewaan di situ, mereka (warga) beranggapan persoalan itu selesai ketika ketemu Wakapolda, tiba-tiba ada pemanggilan. Mereka merasa terjebak, tiba-tiba lebih diutamakan dalam perkara yang dilaporkan PT Foresta," kata Wandi. 

Ia pun kecewa terhadap pemerintah daerah yang tidak pernah menyampaikan sejauh mana turut memperjuangkan tuntutan masyarakat atas 20 persen plasma dari hak guna usaha (HGU). Termasuk atas dugaan pelanggaran lain yang dilakukan PT Foresta. 

"Saya kecewa kepada Pj Gubernur, mana ada batang hidungnya sampai ke sini. Kalau tahu masyarakat kesulitan, datang, ditanyai permasalahan, anggota DPRD Bangka Belitung juga tidak ada, termasuk anggota DPRD Belitung dapil Membalong tidak ada. Upaya hukum sudah kami lakukan. Katanya pemda akan membantu dan berjuang, berjuangnya sejauh mana," tutur dia.

Laporkan Dugaan Penyerobotan Lahan

Penasihat hukum, Wandi mengatakan sebelumnya dia juga mendampingi pelaporan dugaan penyerobotan lahan PT Foresta terhadap tanah bersertifikat milik masyarakat. Hingga kini ada enam orang yang melaporkan penyerobotan lahan di Desa Perpat, Kecamatan Membalong. 

"Awalnya saya bawa dua orang untuk melaporkan dengan membawa sertifikat tahun 1986. Dua orang tidak sekaligus karena yang dibawa sudah berumur sehingga harus menyesuaikan kondisi mereka. Sampai saat ini sudah enam orang melaporkan terhadap penyerobotan," katanya. 

Menurutnya, lahan tersebut dimiliki masyarakat dari dari program transmigrasi pada 1986 yang mana setiap orang mendapatkan jatah 1 hektare lahan beserta sertifikat. Lalu lahan dibuka dan dibagi. 

"Saat pembagian tidak utuh satu hektare. Kalau terjadi transaksi jual-beli ke pihak perusahaan, pastinya sertifikat dimiliki perusahaan. Tapi saat ini sertifikat masih melekat pada pemiliknya," katanya. 

"Mereka punya sertifikat, tidak tahu lahan, tapi bayar pajak, masih wajib pajak. Tanah yang tidak ada lahannya tetap dibayar sesuai sertifikat, bahkan sertifikat ini jadi agunan bank, sehingga secara hukum diakui," katanya. 

Setelah terjadinya kasus penangkapan Martoni cs, kata dia, saat ini kasus dugaan penyerobotan lahan tersebut masih tertunda. Apalagi ia harus mendampingi 11 orang yang kini menjadi tersangka.

(Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari) 

 

Sumber: Pos Belitung
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved