Pilkada Bangka Belitung 2024

Angka Partisipasi Pemilih Pilkada Serentak 2024 di Babel Rendah, Rektor UBB Ungkap Faktor Krusial

Rektor UBB Prof Ibrahim mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya angka partisipasi pemilih.

Penulis: Rifqi Nugroho | Editor: Kamri
posbelitung.co/bryan
Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB), Prof Ibrahim menilai rendahnya angka partisipasi pemilih Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dipengaruhi oleh beberapa faktor krusial.  

POSBELITUNG.CO - Angka partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diperkirakan berkisar 60 persen.

Kondisi ini dinilai dipengaruhi sejumlah faktor hingga menyebabkan rendahnya persentase angka partisipasi pemilih Pilkada Serentak 2024 di Bangka Belitung. 

Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB), Prof Ibrahim mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya angka partisipasi pemilih pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di beberapa wilayah, termasuk provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Ibrahim merujuk pada data hasil pengawasan Bawaslu Bangka Belitung, yang menunjukkan persentase pemilih di Negeri Serumpun Sebalai pada Pilkada 27 November 2024 lalu hanya berada di angka sekitar 60 persen.

Data ini memang baru hasil pengawasan sementara dan harus menunggu hasil resmi rekapitulasi berjenjang yang dilaksanakan jajaran KPU.

Bawaslu dalam pengawasannya memiliki persentase jumlah pemilih di masing-masing daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Rinciannya persentase angka partisipasi pemilih di Bangka Belitung ini terdiri dari:

- Kabupaten Belitung Timur 74.3 persen

- Kabupaten Belitung 73.5 persen

- Kabupaten Bangka Barat 66 persen

- Kabupaten Bangka Tengah 59.8 persen

- Kotamadya Pangkalpinang 53.3.

- Kabupaten Bangka Selatan 53.0 persen

- Kabupaten Bangka 52.2 persen

Ibrahim menilai rendahnya angka partisipasi pemilih Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dipengaruhi oleh beberapa faktor krusial. 

Pertama, kelesuan ekonomi menyebabkan distrust pada proses elektoral yang cukup akut di kalangan pemilih.

Kasus timah telah menyebarkan perluasan berkurangnya aktivitas ekonomi dan memengaruhi gairah politik masyarakat. 

Kemudian faktor kedua, yakni perlunya evaluasi pada tahun yang sama antara pemilian legislatif (pileg) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). 

"Pileg yang penuh euforia dengan variasi kapitalisasinya telah membuat gap dengan pilkada yang cenderung dianggap berbeda.

Jika di pileg kampanye penuh intrik, distribusi logistik, dan perputaran amplopnya tinggi, tidak sepertinya dengan pilkada.

Akibatnya, banyak pemilih dengan ekspektasi yang sama dengan pileg memilih tidak datang ke bilik suara.

Di berbagai komunitas akar rumput, jamak didengar ‘lesu, dakde duit e’," ungkap Ibrahim saat dihubungi Bangkapos.com, Minggu (1/12/2024).

Baca juga: Angka Partisipasi Pemilih Pilkada Serentak 2024 di Babel, Belitung Timur Tertinggi

Faktor ketiga, Ibrahim menyinggung mengenai kurangnya aura kontestasi karena sedikitnya jumlah kandidat yang bertarung dibandingkan dengan pelaksanaan pileg.

Kondisi ini membuat politik ajakan menjadi berkurang drastis.

"Keempat, kurang bekerja masifnya mesin partai menjadi sebab lain.

Partai menyandarkan kampanye sebagian besar pada timses yang dibentuk kandidat.

Partai sepertinya kehilangan energi pasca bertarung habis-habisan di pileg.

Akibatnya, dukungan dari partai sebagai magnet elektoral turut berkurang," jelasnya.

Ia berharap pihak penyelenggara ke depan bisa memikirkan skenario lebih masif untuk melibatkan partai politik, komunitas-komunitas demi menjangkau sosialisasi yang lebih luas. 

"Jika kandidat tidak mampu menawarkan imajinasi yang sama dengan pileg, penyelenggara perlu mengkonversinya dengan apresiasi-apresiasi yang rasional dan relevan untuk mendorong pemilih datang," kata Ibrahim.

(Bangkapos.com/Rifqi Nugroho)

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved